Peristiwa Menjelang
Silsilah Penjelasan Kitab al Qobru ‘Adzabuhu wa Na’imuhu-Syaikh Husain al ‘Awaisyah
Matan Kitab
Syaikh Husain ibn ‘Audah al ‘Awaaisyah berkata:
مَا يَكُونُ قُبَيلُ قَبْضِ الرُّوحِ
تَرَدُّدُ اللهِ -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-
مَنْ
Terjemah Matan
Peristiwa apa yang terjadi sesaat menjelang pencabutan nyawa seorang hamba Allah?
Kebimbangan Allah subhanahu wa ta’aalaa untuk mencabut nyawa seorang mukmin:
Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rosululloh shalallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi waliku maka Aku umumkan perang kepadanya. Tidaklah seorang hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada dengan apa yang aku wajibkan kepadanya.
Penjelasan Matan
Pembaca yang budiman, semoga anda dirahmati Allah, kematian adalah suatu kepastian. Kita hanyalah menunggu giliran dimasukkan liang kecil didalam tanah. Tatkala kita melihat nisan bertuliskan nama-nama orang, nanti pada gilirannya nama kitalah yang tertulis di batu nisan tersebut.
Keadaan Mencekam Saat Sakarotul Maut
Pembaca yang budiman, semoga Allah memberi anda kelembutan hati untuk bisa merasakan bagaimana mengerikannya peristiwa yang terjadi tatkala malakul maut datang di samping kita untuk mencabut nyawa kita. Tatkala kita dalam keadaan sekarat, kita akan merasakan sakit yang luar biasa. Inilah yang ditunjukkan dalam hadits yang disebutkan oleh Syaikh Husain ibn ‘Audah al ‘Awaisyah diatas dengan sabda Rosululloh shalallahu’alaihi wa sallam:
(يَكْرَهُ
Hambaku membenci kematian.
Maksud seorang mukmin membenci kematian disini bukanlah membenci peristiwa kematian namun ia membenci rasa sakit dan beratnya saat-saat menjelang kematian atau yang kita sebut dengan sakarotul maut.
وقوله
Sabda Rosululloh shalallahu’alaihi wa sallam: “Ia membenci kematian dan aku membenci melakukan sesuatu yang membuat hambaKu tidak menyukainya” maknanya adalah tatkala seorang mu’min merasakan datangnya kematian dengan kesulitan dan beratnya. Dan bukanlah yang dimaksud aku membenci kematian karena kematian mendatangkan kepada rahmat dan ampunan Allah”
Pembaca yang budiman, semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan kepada anda. Imam al Baghowiy rohimahulloh mengisyaratkan pada hadits Bara’ al ‘Azib tentang perjalanan ruh ketika kematian menjemput. Tatkala malakul maut menjemput nyawa seorang hamba mu’min, maka ia akan mengatakan,
اخْرُجِي
“Keluarlah wahai jiwa yang baik menuju ampunan Allah dan ridho-Nya”3
Kenapa Imam Baghowi rohimahulloh mengatakan yang dimaksud bukan benci kematian?. Alasannya adalah sambutan yang indah disampaikan malaikat maut untuk menyambut ruh orang mukmin. Jadi ruh itu keluar dalam keadaan senang. Namun, walaupun keluarnya ruh mukmin disebutkan dalam hadits Bara’ ibn ‘azib semudah tetesan air yang keluar dari teko, rasa sakit dan beratnya sakarotul maut tetap ia rasakan. Hal inilah yang membuat setiap mukmin tidak menyukai keadaan saat sakarotul maut.
Pembaca yang budiman, untuk memberikan gambaran mencekamnya sakaratul maut mari kita simak untaian kalimat dari Ibnu Qudamah al Maqdisiy rohimahulloh, beliau berkata:
اعلم
Ketahuilah, kematian lebih menyakitkan daripada sabetan pedang. Orang yang terkena sabetan pedang masih mampu berteriak dan meminta tolong karena ia masih memiliki kekuatan. Adapun mayat, tatkala ia mati, suaranya terputus karena kuatnya rasa sakit. Hal ini karena rasa sakit yang dirasakan mayat telah mencapai puncaknya. Rasa sakit itu menguasai hatinya pada semua bagiannya sehingga seluruh organ tubuhnya melemah dan tidak tersisa
Kebimbangan Allah Tatkala Mencabut Nyawa Hamba Mukmin
Allah bimbang ketika mencabut nyawa seorang mukmin. Kebimbangan Allah karena Allah tidak senang menyakiti seorang mukmin. Sedangkan kematian adalah sesuatu yang ditentukan dan pasti. Rasa sakit dan kesusahan pasti menyerti sakaratul maut.
فَبَيَّنَ سُبْحَانَهُ أَنَّهُ يَتَرَدَّدُ لِأَنَّ التَّرَدُّدَ تَعَارُضُ إرَادَتَيْنِ وَهُوَ سُبْحَانَهُ يُحِبُّ مَا يُحِبُّ عَبْدُهُ وَيَكْرَهُ مَا يَكْرَهُهُ وَهُوَ يَكْرَهُ الْمَوْتَ فَهُوَ يَكْرَهُهُ كَمَا قَالَ وَأَنَا أَكْرَهُ مُسَاءَتَهُ ؛ وَهُوَ سُبْحَانَهُ قَدْ قَضَى بِالْمَوْتِ فَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَمُوتَ فَسَمَّى ذَلِكَ تَرَدُّدًا ثُمَّ بَيَّنَ أَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْ وُقُوعِ ذَلِكَ
Allah subhanahu wa ta’alaa menjelaskan tentang diriNya, bahwa Allah bimbang atau ragu. Kebimbangan adalah pertentangan dua kehendak. Allah mencintai apa yang dicintai hambaNya dan membenci apa yang dibenci hambaNya. Hamba Allah membenci (sakitnya) kematian dan Allah juga tidak menyukai sakitnya kematian menimpa hambaNya sebagaimana firman Allah (وَأَنَا أَكْرَهُ مُسَاءَتَهُ). Namun Allah subhanahu wa ta’ala telah menentukan kematian dan
Para ulama lain seperti al Khaththabi, Imam al Baihaqi dan Imam al Baghawi mengatakan bahwa kita tidak boleh menyematkan sifat taroddud (kebimbangan) kepada Allah. Hal ini disebabkan sifat Taroddud ini adalah sifat kekurangan.
فإن
وتأويله على وجهين ،
والوجه الآخر : أن يكون المراد منه ترديد الرسل ، معناه :
Menyematkan sifat Taroddud kepada Allah adalah sama dengan menyematkan sifat makluk dan ini tidaklah diperbolehkan. Memikirkan sifat ini dengan akal juga tidak diperkenankan. Sehingga takwilnya ada dua macam.
Takwil pertama:
Takwil kedua: Maksud taroddud ini bukanlah taroddud Allah namun taroddud utusan Allah
Namun pendapat ini dibantah oleh Syaikhul Islam ibn Taimiyyah, beliau berkata
هَذَا
أَنَّ
Hadits yang mulia ini diriwayatkan al Bukhari dari hadits Abu Huroiroh. Hadits ini adalah hadits yang paling baik tentang sifat wali Allah. Sebagian orang telah menolak taroddud, mereka berkata: “Sesungguhnya Allah tidak disifati dengan taroddud (bimbang). Seseorang yang bimbang adalah karena ia tidak mengetahui akibat dari suatu perkara, sedangkan Allah Maha Mengetahui akibat suatu perkara”. Mungkin juga sebagian mereka berkata: “Sesungguhnya Allah melakukan perbuatan yang menunjukkan kebimbangan.”
Yang benar adalah: “Ucapan Rosululloh shalallahu’alaihi wa sallam adalah haq. Tidak ada seorangpun yang mengetahui tentang Allah daripada Rosul-Nya. Tidak ada yang lebih ingin menasehati umat dari beliau shalallahu’alaihi wa sallam. Tidak ada seorangpun yag lebih fasih dan baik penjelasannya daripada beliau.
Kemudian beliau menjelaskan hujjah beliau yang menunjukkan bahwa kebimbangan Allah tidaklah sama dengan kebimbangan makhluk. Kebimbangan Allah adalah
Pendapat tentang makna kebimbangan Allah yang lebih menenangkan hati adalah yang disampaikan Syaikhul Islam ibn Taimiyah, wallahua’lam
Dari sini kita mengetahui bagaimana pedihnya sakarotul maut, hingga sosok mulia yang paling dekat dan dicintai Allah tidak luput dari sakarotul maut.