https://www.youtube.com/live/6XtKPUjSMIY?feature=share Pembahasan Ke-3: Air apabila bercampur dengan najasah (najis) Apabila bercampur dengan najis, kemudian najis itu mengubah salah satu sifat air yang tiga -baik itu bau, rasa, atau warnanya- maka ia hukumnya najis sesuai dengan kesepakatan para ulama, tidak boleh menggunakannya, ia tidak bisa mengangkat hadats dan menghilangkan khobats, baik (air) itu banyak atau pun sedikit. Ada pun jika tercampur dengan najis dan dia tidak mengubah salah satu dari sifat air tersebut, apabila air itu banyak, maka air itu tidak najis dan bisa bersih dengannya. Ada pun jika ia sedikit, maka ia najis dan tidak bisa bersuci dengannya. Dan yang dimaksud batasan air disebut air yang banyak, adalah apa yang sampai dua qullah atau lebih, dan ada pun air yang sedikit yaitu yang dibawah dua qullah. Dan dalil akan hal tersebut, disebutkan hadits Abu Said al Khudri ia berkata, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya air itu thohuur (bersih) tidak ada yang menajiskannya.” Dan hadits Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhumaa bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila air itu mencapai dua qullah maka tidak mengandung najis.” Pembahasan: Apabila najis bercampur dengan air: apakah semua tidak bisa digunakan untuk bersuci atau ada perincian di dalamnya? Ada perinciannya.Apabila ada najis bercampur dengan air mutlak atau air yang suci, kemudian air tersebut berubah salah satu sifatnya, maka ia menjadi najis. Ada dalil yang digunakan para ulama tetapi para ulama sepakat hadits itu lemah: “Air itu suci tidak ada yang membuatnya menjadi najis kecuali apa yang mengubah warnanya, rasanya, dan juga baunya.” Maka sepakat ulama bila air berubah sifatnya, maka ia menjadi najis. Misalnya air yang bau bangkai, karena ada hewan yang mati masuk di dalamnya, sedangkan bangkai itu najis, dan ketika bangkai sudah diangkat tetapi masih tercium bau bangkainya, maka air tersebut masih najis. Andai kita tidak mencium baunya tetapi ketika dirasakan dengan lidah masih ada rasa najis di lidah kita, maka air tersebut najis dan belum suci. Bila ada kolam atau wadah, ember, baskom, dan sebagainya, kemudian ada kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya dan mengubah warna air tersebut, maka air itu najis. Dan ini ijma ulama akan hal ini, walau yang digunakan adalah hadits yang lemah, akan tetapi matan/isinya disepakati para fuqaha untuk diamalkan isinya. Jadi andai tidak ada hadits ini, masih ada ijma para ulama. Air seperti ini tidak dapat digunakan untuk bersuci, tidak bisa digunakan untuk berwudhu, mandi, ataupun menghilangkan najis di badan kita. Misal kita terkena kotoran hewan yang masih basah, tidak bisa kita bersihkan dengan air najis, walau air tersebut membuat najis di badan kita hilang, tetapi hakikatnya ini tidak menghilangkan najis, malah membuatnya menyebar. Kesepakatan ulama: Ulama berselisih pendapat tentang air yang dikategorikan sedikit, bila dia terkena najis, apakah air tersebut bisa digunakan bersuci atau tidak jika sifatnya tidak berubah?Disebutkan di dalam buku ini, banyak adalah apa yang mencapai dua qullah.Yang namanya sedikit, adalah yang di bawah dua qullah. Berapa satu qullah itu?Disebutkan di dalam buku ini dalam catatan kaki, qullah adalah jurrah, dan dia mendekati 93,75 per seratus sha, atau 160,5 liter air.Dua qullah berarti 321 liter. Terjadi perselisihan pendapat mengenai berapa liter qullah itu, karena ukuran di zaman dulu tidak ada ukuran baku. Berbeda dengan zaman sekarang menggunakan meter, liter, dan semisalnya, sedangkan ukuran zaman dahulu menggunakan hasta, jengkal, dan merupakan ukuran yang tidak pasti. Misalnya satu hasta, dari ujung jari tengah hingga siku, ada yang mengatakan itu 40 cm, ada yang mengatakan 45 cm, dan seterusnya. Hal ini karena ukuran tangan manusia pun berbeda-beda. Begitu juga dengan ukuran qullah.Ada yang mengatakan dua qullah adalah 307 liter.Ada juga yang mengatakan 290 sekian.Jadi, dua qullah sekitar 300 liter. Di dalam madzhab imam Syafi’i dan imam Ahmad, disebutkan bahwa air yang sedikit adalah air yang di bawah dua qullah. Dalil dari hadits Rasulullah, apabila air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis. Para ulama menggunakan pemahaman dari isi hadits, jika air mencapai dua qullah maka tidak mengandung najis, maka mafhum mukholafahnya, jika air kurang dari dua qullah, jika ia terkena najis, ia akan menjadi najis. Ini menjadi permasalahan tersendiri karena ada hadits, “Sesungguhnya air itu suci tidak ada yang membuatnya menjadi najis.” Ini menunjukkan adanya hukum air secara mutlak. Selama ia tidak berubah sifatnya, maka ia tetap menjadi air yang suci. Di sini kita katakan, ada perselisihan di kalangan ulama.Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa air tersebut tetap dalam keadaan suci apabila terkena najis yang ringan dan tidak ada mafhum dalam jumlah dua qullah ini. Maka ulama mengatakan jika air mencapai dua qullah tidak bisa menajiskannya, hal ini tidak menjadikan atau mengharuskan air yang sedikit menjadi najis, karena bisa jadi ada opsi lain. Kemungkinan 1Bila air sedikit terkena najis yang tidak mengubah sifatnya, ia akan najis Kemungkinan 2Bila air sedikit terkena najis yang tidak mengubah sifatnya, ia tidak najis Dan pendapat yang lebih kuat dari hal ini adalah kemungkinan yang kedua. Memang yang lebih berhati-hati adalah menganggap air yang sedikit terkena najis walau tidak berubah sifatnya, maka air tersebut najis. Ada keringanan kepada umat ini, Allah tidak jadikan di dalam agama ini kesulitan. Sedangkan banyak sekali kita dapatkan air yang di bawah dua qullah terkena kotoran cicak atau terkena sedikit percikan dari air seni, kemudian semuanya tidak digunakan. Maka yang seperti ini, ya ikhwan, dalam penerapannya akan menyusahkan. Yang lebih baik adalah mengambil pendapat yang lebih kuat dan lebih meringankan bagi umat ini. Selanjutnya, yang mengatakan dua qullah, juga terdapat perbedaan antara penafsiran ukurannya. Ini adalah ukuran yang sangat sulit ditakar oleh kaum muslimin.Ketika kita melihat bak, kemudian kita jadi bertanya ini sudah 300 liter atau belum. Begitu pula bila ada kolam kecil. Ini menyulitkan untuk menghitungnya. Perhatikan kaidah “agama Islam adalah mudah”. Karena itu kita kembali pada dalil: sesungguhnya air itu suci tidak ada yang bisa menajiskanya Permasalahan 4: Air bila bercampur dengan benda yang suci Air apabila bercampur dengan bahan yang suci seperti daun-daun pohon, atau sabun, atau bahan cair, atau bercampur dengan sidr, atau benda lain yang termasuk bahan suci, dan benda suci tersebut tidak mengalahkan sifat air tersebut, maka menurut pendapat yang kuat, dia itu suci, boleh bersuci dengannya, baik untuk menghilangkan