Link Kajian https://youtu.be/CZlHZpjwMig
Ada dua hal yang menghalangi kita dari sholat yaitu najis dan hadats. Hadats adalah sifat di badan yang menunjukkan dia itu kotor sehingga terhalangi untuk melakukan sholat.
Hadats ada dua. Hadats asghor contohnya buang air, buang angin, tidur. Dan ketika seseorang berhadats kecil maka dia harus berwudhu.
Yang kedua adalah janabah, berhadats besar, misalnya bermimpi dan keluar cairan, maka dia wajib untuk mandi.
Atau misal seseorang berhubungan badan dengan istri atau dengan budaknya, maka dia berhadas besar dan dihilangkan hadas itu dengan mandi.
Mandi dan wudhu harus menggunakan niat.
Apabila tidak bisa dilakukan mandi dan wudhu karena tidak mendapatkan air atau karena tidak memungkinkan menggunakan air, maka dengan tayammum sebagai pengganti wudhu dan atau mandi.
Sedangkan najis atau al khobats, ini sesuatu yang bisa dilihat atau dideteksi, misalnya dengan bau walau tidak ada warnanya, atau dideteksi dengan warnanya, atau dideteksi dengan rasa.
Najis ini harus dihilangkan atau suci baik dari badan, pakaian, atau pun tempat sholat.
Untuk bersuci menghilangkan hadats maka disepakati dengan air alias H2O. Tidak sah wudhu atau mandi kecuali dengan air.
Ada pun cairan cairan yang lain yang bukan air seperti bensin atau selainnya, maka tidak boleh dipakai untuk bersuci. Begitu juga sirup sirup, atau air kelapa, air tebu, dan semisalnya.
Di sini ada perselisihan pendapat tentang membersihkan najis dengan selain air.
Para masyaikh lebih condong pada harus menggunakan air.
Allahu a’lam, ada pendapat lain yaitu untuk najis tidak disyaratkan harus hilang dengan menggunakan air. Yang penting dzatnya hilang dengan berbagai cara, maka itu cukup untuk menghilangkan najis tersebut.
Pendapat yang kuat di dalam hal ini, dalam menghilangkan najis tidak disyaratkan niat. Contohnya seorang mandi hujan, dia tidak berniat, ketika dia menghilangkan air kencing di badannya, misalnya, maka di sini dia sudah bersih dari najis.
Yang penting adalah hilangnya najis tersebut dan bersih tidak ada warna bau dan rasanya lagi.
Allahu a’lam bisshowab.
Dan di sini ada kelapangan dalam hal ini.
Tanya Jawab:
- Bagaimana hukumnya sholat dengan menggendong bayi dan di dalam pampers bayi itu ada najisnya?
Para ulama memberikan kaidah dalam masalah membawa najis.
Apabila najis tersebut ikut bergerak bersama gerakan sholat, maka tidak sah sholatnya. Tetapi apabila najis tersebut tidak bergerak bersama gerakan sholat, maka sah sholatnya.
Ada pun dalam kasus ini maka di situ ada najis, dan jika diketahui ada najisnya, bayi tersebut tidak boleh digendong karena ia bergerak bersama gerakan sholat.
Solusi: bersihkan najisnya, ganti dengan yang baru, dan sholat dengan sesuatu yang baru itu.
Jika kemudian ia misalnya kencing ketika kita sholat dan kita tidak tahu maka tidak masalah.
Lalu kalau rewel: bisa diletakkan di kaki kita itu tidak masalah, yang penting tidak bergerak bersama kita ketika kita sholat
- Kalau kita berwudhu, lalu anak kita pup, wudhu kita batal atau tidak?
Kalau kita wudhu lalu anak buang air besar dan kita membersihkan kotoran anak kita, maka di sini pendapat yang kuat di dalam menyentuh kelamin itu membatalkan wudhu, baik diri sendiri atau orang lain, orang dewasa atau anak kecil. Maka ketika kita menceboki anak yang buang air dan tersentuh kelaminnya, maka batal wudhu kita.
Bila tidak menyentuh kelaminnya misalnya dengan tisu basah maka itu tidak membatalkan wudhu.
- Jika mandi junub tidak diawali dengan wudhu, apakah untuk melaksanakan sholat harus wudhu dulu?
Ini termasuk permasalahan yang diperselisihkan para ulama, apakah sah mandi junub tanpa wudhu
Pendapat yang kuat: sah mandi tersebut dengan dua niat: mengangkat hadas besar dan hadas kecil secara bersamaan dengan perbuatan mandi.
Dan tentunya kita menyarankan agar seorang yang mandi junub tetap berwudhu baik sebelum atau sesudah mandi untuk keluar dari perselisihan di kalangan para ulama.
Nabi dalam sunan ibnu majah, mandi janabah dan tanpa wudhu
Sehingga para ulama berusaha menggabungkan hadits ini dengan hadits lain bahwa beliau mandi dengan berwudhu.
- Bagaimana dengan akhwat yang memakai pakaian panjang sampai tanah yang tidak tahu terkena najis atau tidak, apakah bisa digunakan untuk sholat?
Yang membersihkan pakaian adalah tanah sesudahnya seandainya dia tidak bisa mengetahui apakah pakaiannya terkena najis atau tidak
- Bagaimana dengan orang luar yang kebanyakan yang istinja dengan tisu padahal ada air, apakah ini sudah bisa digunakan untuk sholat?
Ini akan kita pelajari dalam bab istinja, di mana istinja bisa dilakukan dengan air, tisu, kayu. Itu sah. Ulama mengatakan menggunakan air itu lebih utama, tetapi tidak harus. Bila seorang beristinja dengan tisu, maka itu sudah cukup dengan syarat bersih dan tidak ada bekas lagi, ini sudah dianggap suci dalam syariat kita. Terlebih lagi kalau ada orang yang sedang safar yang panjang, misal naik pesawat selama sembilan jam, maka terkadang kita harus buang air dan sangat sulit bercebok di dalam pesawat, maka cukup memakai tisu maka ini aman insyaAllah dan sudah dianggap sah dan boleh sholat dengan itu
- Bersuci apakah harus menggunakan sabun?
Tidak. Yang harus adalah menggunakan air. Kalau sabun memudahkan lepas kotoran dari kain maka silakan digunakan. Dulu di jaman nabi tidak ada sabun, tetapi menggunakan daun bidara. Kalau dihancurkan dan diaduk dengan air maka dia berbusa.
Ini digunakan agar kotoran lebih mudah lepas dari tubuh atau pakaian
- Bagaimana mensucikan kasur yang terkena najis pipis?
Yang pertama tentunya dijemur, kemudian harus disikat bagian atasnya sehingga kita pastikan bagian atasnya tidak ada lagi najisnya. Sehingga kalaupun bernajis maka itu di bagian dalam.
Setelah disikat dengan air atau sabun lalu dilap dan yakin bagian atasnya sudah bersih, maka itu insyaAllah sudah cukup.
Dan kita sarankan kalau misalnya menggunakan busa yang ada bungkusnya, maka dibuka dan dicuci pembungkusnya, dijemur, kemudian dipasang kembali, maka kita tidak terkena najis tapi terkena kain tersebut.
18 Muharram 1445 H
Yusant Ummu Syifa – Wali Kelas 6 SDTA Kuttab Rumah Qur’an