Kajian 100 Hadits Pilihan

Kajian 100 Hadits Pilihan

Ciri-ciri Munafik

100 Hadits Pilihan Hadits ke-36 | Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu   Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika dia berjanji tidak mengingkari, dan jika dipercaya ia berkhianat.” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59) Penjelasan Hadits 1. Orang munafik adalah orang yang berpura-pura beragama islam tetapi hatinya tidak beragama Islam. 2. Orang Islam harus takut jika dirinya terjatuh kepada kemunafikan. 3. Kemunafikan ada dua, yaitu: nifaq asghar (kemunafikan kecil) dan nifaq akbar (kemunafikan besar). 4. Nifaq asghar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam, tetapi pelakunya mendapatkan dosa. Sedangkan nifaq akbar mengeluarkan pelakunya dari Islam. 5. Ciri-ciri orang munafik yang disebutkan pada saat di sini ada tiga, yaitu: ● Suka berdusta ● Suka mengingkari janji dan ● Suka berkhianat jika dipercaya. Dalam hadits lain disebutkan, suka curang jika bermusuhan. 6. Sudah sepantasnya seorang muslim menjauhi sifat-sifat orang munafik tersebut. 7. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan bahaya kemunafikan agar umatnya tidak menjadi orang-orang yang munafik dan selalu jujur dalam keimanan mereka.   Nifaq Akbar Kemunafikan dalam syariat kita ada dua yaitu nifaq akbar dan nifaq asghar. Nifaq akbar adalah nifaq yang mengeluarkan orang munafik dari Islam dan mengharuskannya masuk ke dalam lapisan terbawah neraka. Karena orang-orang munafik jenis ini menyembunyikan kekafirannya di dalam hati mereka. Dia juga menampakkan iman dengan lisan dan anggota tubuhnya. Oleh karena itu, ia adalah nifaq yang sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam karena dia menampakkan keimanan dalam dhohirnya, akan tetapi hatinya adalah hati orang kafir. Inilah yang menjadi pelajaran bagi kita, ketika disebutkan dalam Al-Qur’an tentang kemunafikan, maka yang dimaksud adalah nifaq akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Berbeda apabila disebut kufur (kekafiran) di dalam Al-Qur’an. Maka bisa saja yang dimaksud adalah kufur asghar. Begitu pula dengan kedhaliman, kefasikan, dan kesyirikan. Akan tetapi, jika disebutkan nifaq, maka yang dimaksud adalah kemunafikan yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.   Tanda-tanda Nifaq Akbar 1. Kafir atau tidak beriman di dalam hatinya. 2. Berpaling dan tidak mau berhukum dengan hukum Allah. 3. Suka mengejek Islam, sebagian (syariat) agama Islam, dan mengejek orang Islam yang taat menjalankan agama, atau condong kepada orang-orang kafir maupun musuh-musuh Allah. Ciri-ciri kemunafikan ini sangat banyak. Contoh: ● Seseorang yang menampakkan keislaman akan tetapi mendustakan Allah subhanahu wa ta’ala dan apa yang datang dari-Nya. ● Seseorang yang mendustakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau sebagian ajaran beliau. Seperti orang yang meyakini tidak wajib taat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ● Seseorang yang memiliki sifat membenci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencela beliau, melecehkan orang-orang beriman dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbagai sifat yang lainnya.   Nifak Asghar Adapun nifaq asghar adalah nifaq yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Yaitu nifaq amali di mana terdapat perbedaan antara perbuatan yang tidak dilihat oleh orang lain dan apa yang ditempatkan di dalam amalan-amalan yang diwajibkan. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, akan tetapi ia berdosa; seperti orang yang berdusta, mengingkari janji, berkhianat, berbuat curang ketika berselisih dan sebagainya. Begitu pula dengan orang yang riya yang terkadang berbeda antara dia di rumah dengan apa yang ditampakkan kepada orang lain.   Tanda-tanda Nifaq Asghar 1. Memiliki salah satu sifat kemunafikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Terdapat empat hal yang apabila terdapat pada diri seseorang, maka ia adalah seorang munafik yang sejati. Barangsiapa yang memiliki salah satu dari sifat tersebut, maka dia memiliki salah satu cabang kemunafikan sampai ia meninggalkannya; apabila dipercaya berkhianat, apabila bicara berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila berselisih ia curang.” (HR. Al Bukhari) 2. Membenci kaum Anshar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar dan di antara tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.” (HR. Al Bukhari) 3. Mati dalam keadaan tidak pernah berjihad atau memiliki keinginan untuk berjihad di dalam hatinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati tidak pernah berperang (berjihad) dan tidak pernah berniat untuk berjihad di dalam hatinya, maka dia mati dalam cabang-cabang kemunafikan.” (HR. Muslim) Wallahu a’lam Dikutip dari kajian hadits 100 Hadits Pilihan yang disampaikan oleh Ustadz Sa’id Yai Ardiansyah pada tanggal 22 Rabi’ul Akhir 1443 H / 26 November 2021 M Diringkas oleh Ustadzah Ela (Pengajar dan wali kelas 1 SDTA Kuttab Rumah Qur’an)                            

Kajian 100 Hadits Pilihan

Menjadi Orang yang Bermanfaat

100 Hadits Pilihan Hadits ke-35 | Hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhumaa   Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.” (HR. Ibnu Abid Dunya dalam Qadha’ Al Hawaij no. 36, Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13646. Hadits ini memiliki syahid dari riwayat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma) Penjelasan Hadits 1. Allah mencintai manusia dengan kecintaan yang berbeda-beda. 2. Di antara orang yang paling dicintai oleh Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Maka setelah bertakwa kepada Allah dan berakhlak mulia, bermanfaat kepada orang lain adalah prestasi tertinggi seorang muslim setelah keduanya. 3. Memberikan manfaat kepada orang lain bukan hanya dilakukan dengan menyebarkan ilmu agama dan berdakwah, tetapi ini bersifat umum. Apa pun yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain; termasuk manfaat dengan memberikan kebaikan, menahan orang melakukan keburukan, dan memasukkan kebahagiaan di hati orang lain. Termasuk memberikan manfaat juga adalah mendidik anak dengan akhlak yang baik. Banyak guru yang lupa tugas utamanya untuk mendidik, yaitu menumbuhkembangkan manusia sedikit demi sedikit dalam seluruh kehidupannya untuk mengharapkan keridhaan Allah sesuai syariat Islam dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 4. Manfaat yang diberikan oleh juru-juru dakwah atau para dai lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya, karena manfaat yang didapatkan oleh orang lain adalah manfaat yang diperoleh di dunia dan akhirat. Apabila kita tidak bisa menjadi juru dakwah maka bantulah mereka dalam penyebaran ilmu agama. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara manusia itu ada kunci-kunci kebaikan dan keburukan, dan sesungguhnya di antara manusia juga ada kunci-kunci keburukan dan gembok-gembok kebaikan. Maka, beruntunglah orang yang Allah dijadikan kunci kebaikan di antara keduanya dan sungguh celaka orang yang Allah jadikan kunci keburukan di kedua tangannya.” Maka, hendaknya kita berusaha menjadi kunci-kunci kebaikan yang membukakan kebaikan dan menutup pintu-pintu keburukan bagi orang lain. Allah mengisahkan kisah nabi Isa ‘alaihissalam di dalam Al Qur’an. Beliau mengatakan, “Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada…” (QS. Maryam: 31) Imam Mujahid, Umar bin Qais, dan Ats Tsauri rahimahumullah berkata bahwa maksud diberkahi adalah menjadi pengajar kebaikan bagi orang lain. Dalam riwayat lain Imam mujahid juga mengatakan bahwa makna diberkahi adalah menjadi orang yang sangat bermanfaat. Makna yang ketiga disampaikan oleh Ibnu Jarir, bahwa makna diberkahi adalah selalu memberikan nasihat dan beramar ma’ruf nahi mungkar di mana pun beliau berada. Di antara cara menjadi orang yang diberkahi adalah dengan menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain, lalu menjadi pengajar kebaikan bagi orang lain. Maka, bersyukurlah ketika Allah mentakdirkan kita sebagai guru atau pendidik bagi orang lain, karena tidak semua orang ditakdirkan demikian. Berapa banyak manusia memiliki banyak keahlian tetapi ketika disuruh mengajar, ia tidak bisa. Karena memang mengajar butuh keahlian khusus. Walaupun ia sangat pintar, belum tentu ia bisa memiliki kemampuan untuk mendidik dan mengajar. Apalagi mengajar anak kecil yang membutuhkan trik dan kemampuan luar biasa. Meskipun gaji yang diperoleh oleh guru tidak seberapa, akan tetapi yang perlu kita pahami adalah yang namanya rizqi dan kebahagiaan itu tidak ditentukan dengan banyak atau sedikitnya harta. Berapa banyak orang yang beriman dan shalih, ia hanya memiliki harta yang sedikit bahkan tidak memiliki harta. Akan tetapi, ia merasa hidupnya sangat bahagia, tidak pernah merasakan keluh kesah, ridha dengan semua takdir Allah, dan merasakan hidupnya lapang serta bahagia. Berbeda dengan orang yang banyak hartanya. Justru sangat sedikit orang di antara mereka yang bertakwa kepada Allah karena untuk bermaksiat mereka sangat mudah dan godaan bermaksiat juga besar. Oleh sebab itu, apabila kita telah ditakdirkan oleh Allah menjadi seorang pendidik atau orang yang berkecimpung di dunia pendidikan, maka syukurilah hal itu dan berikanlah yang terbaik. Jadilah seperti seorang muadzin. Ketika ia dibayar dengan gaji sedikit atau banyak bahkan tidak dibayar sekali pun, ia tetap melakukan adzan karena ia ingin tetap mendapatkan pahala dari adzannya tersebut. Maka, orang yang seperti ini tidak terpengaruhi niatnya oleh gaji besar maupun yang sedikit. Begitu juga dengan orang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Ia juga bisa meniatkan hal yang demikian seperti seorang muadzin yang ingin tetap beradzan untuk mendapatkan pahala dan dia tidak mengharapkan bayaran, akan tetapi ia tetap bisa mendapatkan bayaran (gaji) sebagai haknya. Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim no. 1893) Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam perbuatan yang baik, maka untuknya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1017) Maka, hendaknya kita bersemangat untuk bermanfaat bagi orang lain, mengajak kepada kebaikan, dan mencontohkan hal yang baik, yang dengannya kita berharap mendapatkan pahala yang besar dari Allah. Wallahu a’lam Dikutip dari kajian hadits 100 Hadits Pilihan yang disampaikan oleh Ustadz Sa’id Yai Ardiansyah pada tanggal 22 Rabi’ul Akhir 1443 H / 26 November 2021 M Diringkas oleh Ustadzah Ela (Pengajar dan wali kelas 1 SDTA Kuttab Rumah Qur’an)                                      

Kajian 100 Hadits Pilihan

Larangan Menyerupai Suatu Kaum

Hadits ke-34 | Hadits Abdullah bin Umar Larangan Menyerupai Suatu Kaum Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud no. 4031) Penjelasan Hadits Kita tidak boleh menyerupai orang-orang kafir termasuk dalam hal akidah, ibadah, pakaian yang menjadi ciri khusus mereka, tingkah laku, festival-festival, dan lain-lain yang menjadi ciri khusus mereka. Tidak boleh menyerupai atau meniru gaya orang orang fasik seperti banci, meniru pakaian dan gaya rambut orang nakal seperti preman atau punk, dan lain-lain. Barangsiapa yang menyerupai orang-orang kafir dan fasik seperti yang telah disebutkan di atas, maka ia telah melakukan perbuatan dosa. Hadits ini tidak berarti bahwa orang yang meniru orang kafir, langsung dihukumi sebagai orang kafir. Benci dan cinta karena Allah adalah bagian dari syariat Islam. “Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah…” (QS. Ali Imran: 28) “Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut’…” (QS. An-Nahl: 36) Konsekuensi tauhid laa ilaaha illallah adalah mencintai dan membenci karena Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) Barangsiapa yang Allah dan rasulnya lebih ia cintai daripada selain keduanya, (2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah, (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim) Iman kepada Allah adalah tali ikatan iman yang kuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa, “Sekuat-kuatnya tali iman adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ath Thabrani) Mencintai dan membenci karena Allah merupakan salah satu tanda sempurnanya iman. “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman yang sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dari Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi harta karena Allah, menahan harta karena Allah, maka telah sempurna imannya.” (HR. Abu Dawud no. 4681, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud) Akan tetapi bukan berarti kita tidak melakukan toleransi dalam bermuamalah dengan orang-orang kafir. Kita tetap memberikan toleransi dengan membiarkan mereka beribadah sesuai keyakinan mereka. Demikian dalam berdakwah, tetap menyampaikan kebenaran dan penyimpangan atau kekeliruan-kekeliruan mereka tanpa menyebut nama mereka. Hal yang paling penting adalah poin-poin amar ma’ruf nahi mungkar telah tersampaikan dan kita telah memenuhi kewajiban kita untuk berdakwah. Tentunya sesuai dengan kaidah dalam amar ma’ruf nahi mungkar dan juga kapasitas kita. “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuhku dan musuhmu sebagai teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang; padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu…” (QS. Al Mumtahanah: 1) “Katakanlah, ‘Jika bapak bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal kamu yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya serta berjihad di jalannya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusannya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah: 24) Tingkatan Cinta dan Benci Karena Allah Mencintai dengan sepenuhnya karena Allah, yaitu kepada para rasul para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin. Membenci dengan sepenuhnya karena Allah, yaitu kepada orang-orang kafir. “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau keluarganya…” (QS. Al Mujadilah: 22) Mencintai dan membenci secara proporsional, yaitu kepada orang muslim yang melakukan perbuatan fasik. Kita mencintai mereka karena keimanan mereka dan membenci mereka karena perbuatan fasik yang mereka lakukan. Demikian juga kepada orang-orang yang melakukan kebid’ahan yang tidak sampai mengeluarkan mereka dari agama Islam. Membenci orang-orang ahli bid’ah yang mengeluarkan mereka dari Islam, seperti orang-orang kafir yang berpura-pura masuk Islam. Wallahu a’lam Dikutip dari kajian hadits 100 Hadits Pilihan yang disampaikan oleh Ustadz Sa’id Yai Ardiansyah pada tanggal 10 Rabi’ul Akhir 1443 H / 14 November 2021 M. Diringkas oleh Ustadzah Ela (Pengajar dan wali kelas 1 SDTA Kuttab Rumah Qur’an).

Artikel, Kajian 100 Hadits Pilihan

Keutamaan Air Zamzam

Hadits ke-33 | Hadits Jabir bin Abdillah Keutamaan Air Zam-zam Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Air zam-zam bermanfaat sesuai untuk apa meminumnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3062) Air zam-zam adalah air yang memancar dari mata air dan merupakan mukjizat yang diberikan kepada Nabi Ismail ‘alaihis salam. Makna zam-zam artinya ‘berkumpullah, berkumpullah’ atau ‘air yang banyak’. Penjelasan Hadits 1. Air zam-zam adalah air yang terpancar dari mata air yang terletak berdekatan dengan Ka’bah di Makkah. 2. Air zam-zam adalah mukjizat Nabi Ismail ‘alaihis salam. 3. Air zam-zam memiliki banyak manfaat sesuai dengan niat orang yang meminumnya. Bisa sebagai makanan, obat, wasilah untuk memperkuat hafalan, dan lain-lain. 4. Diperbolehkan bertabarruk dengan disertai sebab-sebab syar’i yang diperintahkan oleh Allah. Sebab syar’i itu ada dua; (1) Memiliki dalil dari Al Quran atau hadits (2) Sesuai dengan hukum alam sehingga bisa dibuktikan secara ilmiah. Ada pun jika tidak terbukti dengan salah satu sebab di atas, maka tidak boleh kita mengambil manfaat darinya, seperti dari jimat, air keramat, batok sakti, dan lain-lain. Ini termasuk tabarruk yang terlarang. Dikutip dari kajian hadits 100 Hadits Pilihan yang disampaikan oleh Ustadz Sa’id Yai Ardiansyah pada tanggal 10 Rabi’ul Akhir 1443 H / 14 November 2021 M. Diringkas oleh Ustadzah Ela (Pengajar dan wali kelas 1 SDTA Kuttab Rumah Qur’an).

Scroll to Top