Faidah Singkat

Faidah Singkat

Sanad Bukan untuk Sombong, Namun Ada Amanah Besar

  Syaikhunaa Abu Shofiyyah pernah menasehati kami, “Sanad adalah masalah keberkahan suatu ilmu, dan bukan masalah angka serta bilangan jarak antara dia dan sumber ilmu.”   “Jika anda memiliki sanad, maka ada tanggung jawab besar untuk menjaga periwayatan, kebenaran lafazh, dan pengajaran kepada murid-murid anda.”   Sebuah nasehat yang menggetarkan relung jiwa kami yang paling dalam. Sanad bukan untuk sombong. Sanad bukan untuk gaya. Tapi keberkahan dan tanggung jawab ilmu.   Beliau juga pernah memberi nasehat,   “Tahammul Ada’ adalah penting dalam mendapatkan sanad.”   Apa itu Tahammul?   Tahammul adalah cara seorang murid mendapatkan ilmu dari gurunya. Ada beberapa tingkatan dalam tahammul. Diantaranya,   – Sama’ (mendengar langsung periwayatan dari guru) – Qiro’ah (murid membacakan kepada guru atau mendengar orang lain membaca kepada guru) – Ijazah (guru memberikan periwayatan ijazah kepada murid untuk meriwayatkan kembali tanpa murid membaca atau mendengar langsung dari guru) – Munawalah – Mukatabah – I’lam – Washiyah – Wijadah   Apa itu Al Ada’?   Al Ada’ adalah lafazh yang kita gunakan untuk meriwayatkan kepada murid.   Jika anda mendapatkan ilmu dari hanya membaca buku, maka itu adalah wijadah, dan wijadah menurut ulama tidak teranggap kecuali disertai dengan ijazah.   Faidah besar ketika mempelajari ilmu dengan memperhatikan tahamul ada’ dalam periwayatan adalah kita memiliki ikatan hati yang kuat dengan guru-guru kita yang telah memberikan riwayat dan keilmuan.   Penting juga bagi kita untuk memperhatikan kualitas sanad, lafazh yang diriwayatkan dan juga diroyah (pemahaman) dari ilmu yang kita dapatkan.   Ditulis oleh Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy Rumah Ibu, 8 Safar 1443/15 September 2021   Di tengah mengemban amanah besar dari sanad-sanad kitab Aqidah, Al Qur’an, kitab Tajwid, kitab Hadits, Kitab Sejarah, dan Kitab Bahasa Arab. Semoga Allah memberi kekuatan dan kemampuan untuk menunaikannya.   (Fawaid Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy)   Ingin mendapatkan faidah harian seperti ini? yuk, gabung di grup info Kuttab Rumah Qur’an!   https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Jangan Berhenti Di Tengah Jalan

Pada muhadhoroh ke-7 Kitab at Tuhfatu as Saniyah Syarh al Arba’un an Nawawiyah, Syaikhunaa Kholid Al Juhani menasehati kita terkait cara mencari ilmu, yang intinya “jangan anda berpindah-pindah metode, manhaj, atau kitab dalam mempelajari sesuatu.” Beliau mengumpamakan ketika anda berjalan menuju Syam. Anda berangkat dari suatu kota dengan suatu rute dan jalan tertutup. Kemudian di tengah jalan, ada yang menyeru untuk mengambil jalan lain. Anda mengikuti seruan itu. Setelah mengambil jalan lain, ada lagi yang menyeru untuk mengambil jalan lain dan anda berpindah lagi. Maka kapan anda bisa sampai ke Syam? Hidup anda akan habis untuk berpindah-pindah jalan dan tidak pernah sampai ke Syam. Perumpamaan beliau ini luar biasa. Itulah sebabnya para ulama sering menasehati, sebelum mempelajari sesuatu kita perlu mengetahui dulu gambaran global sesuatu itu. Para ulama membuat “mabadi’ ‘asyroh” agar tergambar keseluruhan ilmu sebelum kita menceburkan diri pada ilmu tersebut. Jika kita berhenti sebelum menyelesaikan belajar ilmu itu, maka kita akan membuang banyak waktu dalam masa kehidupan kita. Para ulama juga menasehati sebelum belajar kepada guru, kita harus benar-benar tahu guru yang akan kita ambil ilmunya. Bahkan mereka menasehati untuk tidak buru-buru belajar dengan tinggal sementara di dekat calon gurunya untuk mengetahui keseharian dan kapasitas calon guru tersebut. Silahkan baca kitab Ta’limu Al Muta’alim karya Syaikh az Zarnuji, kitab Hilyah Tholibi Al ‘Ilmi karya Syaikh Bakr Abu Zaid beserta syarahnya dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Semoga bermanfaat. (Fawaid Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy) Ingin mendapatkan faidah harian seperti ini? Yuk, gabung di grup info Kuttab Rumah Qur’an! https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Jadilah Orang Yang Mengambil Bagian Dari Peradaban Islam dan Jangan Hanya Jadi Penonton Peradaban Barat

Dr. Zakir naik mengatakan, “Al Qur’an bukanlah sebuah buku sains tetapi kitab yang berisi tanda-tanda dalam bentuk ayat-ayat. Di dalam al Qur’an terdapat lebih dari 6000 tanda. Hingga saat ini, sudah lebih dari 1000 tanda yang selaras dengan sains.” (Miracle of al Qur’an & as Sunnah halaman 11) Beliau juga mengatakan, “Kita ketahui bersama bahwa sains adalah sesuatu yang terus mengalami perkembangan.” (Miracle of al Qur’an & as Sunnah halaman 11) Jadi, dalam teori sains hampir semua masih ada peluang diperdebatkan, karena ilmu pengetahuan itu berkembang. Berbeda dengan ilmu Allah yang menyeluruh. Ilmu kita bisa jadi saat ini kita anggap benar namun bertahun-tahun berikutnya ternyata salah karena pembuktian yang lebih baik. Luar biasa ucapan beliau ini, memang benar al Qur’an bukan kitab teori pendidikan, bukan kitab sains, bukan kitab teknologi, dst. Tetapi, jika anda adalah seorang yang ahli di bidang anda, kemudian anda mempelajari al Qur’an dengan niat lurus, maka anda akan banyak mengambil faidah dan terinspirasi dengan al Qur’an. Hal yang serupa terjadi ketika belajar as Sunnah. Inilah sebabnya para ilmuwan islam di zaman keemasan dulu berlomba-lomba menghafal al Qur’an dan as Sunnah sebelum mereka bergelut di bidang masing-masing. Karena penanaman aqidah yang kuat serta cinta mereka terhadap al Qur’an dan as Sunnah, maka ilmu-ilmu baru yang mereka teliti banyak yang terinspirasi dari al Qur’an. Sejenak mari kita melihat bagaimana Abbas Ibnu Firnas berjuang menemukan cara terbang. Untuk memahami pola pikirnya, anda perlu tahu zaman dimana beliau hidup. Beliau hidup sekitar tahun 810 masehi di masa-masa meredupnya kekhalifahan Abbasiyah dan mulai meningkatnya kekhalifahan Bani Umayyah ke-2 di Cordoba Spanyol. Nah, silahkan perhatikan bagaimana pendidikan di zaman Andalusia. Ibnu Kholdun pernah menulis bagaimana sistem pendidikan dasar di Andalusia yang masih berpusat pada al Qur’an dan as Sunnah di pendidikan dasar. Pada masa itu metode kuttab adalah pendidikan dasar di berbagai negeri. Memang ada literatur yang mengatakan bahwa Abbas Ibnu Firnas terinspirasi dengan sosok Armen Firman, namun ada literatur lain yang mengatakan Armen Firman sebenarnya nama latin Abbas Ibnu Firnas. Perjuangan dan ambisinya untuk menemukan apa yang kita sebut sekarang dengan ‘pesawat terbang’, silahkan dipelajari di internet. Berkali-kali gagal dan berkali-kali mencoba. Tidak pernah berpikir menyerah atau mengatakan biarkan orang lain saja yang menemukan, atau apalah, sampai mengatakan biarkan musuh saja yang menemukan. Musuh saat itu jelas yaitu kaum yang diperangi di perang salib. Muncul pertanyaan mendalam, mengapa ia terinspirasi menggali penelitian dari seekor burung, bukan hewan-hewan terbang yang lain? Apakah beliau juga terinspirasi dengan Surat al Mulk ayat 19, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu”? Namun, jika dilihat bagaimana hidup beliau di Andalusia, kemudian perkembangan sistem pendidikan dasar di Andalusia, maka bukan tidak mungkin Abbas Ibnu Firnas terinspirasi dengan Surat al Mulk ayat 19 ini. Nah, kita menanti peneliti-peniliti kaum muslimin yang terinspirasi dengan al Qur’an dan as Sunnah seperti ini. Semoga itu adalah anda atau anak anda, atau cucu anda. Jadilah orang-orang yang mengambil bagian dari peradaban dan bukan hanya yang menonton peradaban dikendalikan oleh orang selain islam. Wallahu a’lam, semoga bermanfaat. (Fawaid Abu Ahmad Ricki al-Malanjiy) Ingin dapat faidah harian seperti ini? Gabung yuk di grup INFO KUTTAB RUQU! https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Mana Bukti Cintamu Kepada Allah?

  Saudaraku… Apakah kamu mencintai istrimu? Ku harap anda mengatakan iya.   Lalu… Apakah kamu mencintai anak-anakmu? Ku harap anda mengatakan iya.   Namun ketika kita tanya pada diri sendiri, apa bukti cintaku pada istri dan anak-anakku, kita akan mengevaluasi perbuatan-perbuatan kita yang menunjukkan kita benar-benar mencintai keluarga kita.   Iya, cinta itu butuh bukti. Cinta itu memiliki tanda yang jelas terlihat dalam perbuatan-perbuatan kita.   Nah… Apakah anda mencintai Allah? Apa buktinya kalau anda mencintai Allah?   Tahukah anda dalam ibadah akan sangat terlihat besarnya kecintaan kepada Allah.   Syaikhunaa Wahid bin Abdussalam Bali hafizhahullah, menjelaskan beberapa definisi ibadah menurut para ulama sebagai berikut,   العبادة هي الطاعة. أي الطاعة لله جل وعلا . Ibadah itu adalah sebuah ketaatan, yaitu ketaatan kepada Allah   Sebagian ulama yang lain mengatakan,   العبادة هي الخضوع لله تبارك و تعالى . Ibadah itu adalah perendahan diri dihadapan Allah.   Sebagian lagi mengatakan,   العبادة هي كل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأفعال الظاهرة والباطنة Ibadah itu semua yang Allah mencintai dan meridhainya baik ucapan maupun perbuatan, yang dhahir ataupun batin.   Adapun Ibnul Qayyim mendefinisikan ibadah dengan, العبادة منتهى الحب مع منتهى الذل Ibadah adalah puncak sebuah kecintaan dan puncak sebuah penghinaan diri.   Inilah yang dipilih oleh Syaikhunaa karena lebih dekat dengan hati.   Apa yang Dimaksud Puncak Sebuah Kecintaan?   Syaikhunaa menjelaskan,   إنما هو حب قلبي يترجم إلى عمل بدني وسلوك وأخلاق. Kecintaan hati yang dibuktikan dengan perbuatan badan, jalan hidup (suluk) dan akhlak.   Contohnya ketika ia sedang asik melakukan sesuatu termasuk bersama orang yang ia cintai, atau dengan kegiatan yang ia cintai, kemudian ia mendengar seruan…   الله أكبر الله أكبر، حي على الصلاة حي على الفلاح maka ia sedang diuji dengan puncak cintanya.   Jika puncak cintanya kepada Allah maka ia bergegas menemui panggilan untuk ibadah kepada Allah.   Perintah Allah adalah yang utama dilakukan karena puncak cintanya menuntut dia untuk melakukan semua perintah yang ia cintai.   Larangan Allah sangat dijauhi karena puncak cintanya menuntut dia untuk menjauhu semua larangan yang ia cintai.   Apa yang Dimaksud Puncak Sebuah Penghinaan Diri?   Syaikhunaa menjelaskan,   والذل هو الخضوع والخشوع والاستكانة، والذل هذا يمنعك أن تفعل شيئا يغضب الله. Penghinaan diri adalah penghormatan, khusyu’, dan ketundukan. Penghinaan diri akan menghalangimu untuk melakukan sesuatu yang Allah murkai.   Contohnya ketika anda mendengar larangan Allah,   قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ   Jika penghinaan diri anda di hadapan Allah mencapai puncaknya, tentunya anda akan malu melanggar seruan ini dengan tetap mengumbar pandanganmu.   Jadi… Dalam sebuah ibadah apapun, baik menjalankan perintahNya atau menjauhi laranganNya, di sana akan tampak kejujuran cinta anda kepada Allah.   Semoga bermanfaat   (Fawaid Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy)   Ingin mendapatkan faidah harian seperti ini, yuk gabung di grup info Kuttab Rumah Qur’an   https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq    

Faidah Singkat

Sebuah Renungan Bagi Orang Yang Lebih Mengagungkan Penemuan Sains dan Meremehkan Petunjuk Nabi

Saudaraku… saya tidak ingin mengguruimu karena saya tahu anda jauh lebih ahli dalam bidang yang anda geluti puluhan tahun daripada saya.   Saudaraku… saya tahu, saya hanyalah butiran debu yang beterbangan dan menempel di tembok atau jendela kaca gedung pencakar langit.   Namun… izinkanlah sejenak, menengok butiran debu ini untuk sejenak mengetahui apa yang dibawanya.   Jika anda mengatakan sebuah penyakit tidak ada obatnya Ya, itu menurut ilmu yang kamu pelajari, lalu bagaimana petunjuk nabi untuk memahami sebuah penyakit?   Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ Pada setiap penyakit ada obatnya. Jika obat sudah mengenai penyakit maka terlepaslah penyakit itu dengan izin Allah (Shahih Muslim, no. 2204)   Apakah kita tidak yakin dengan hadits ini?   Perhatikan lafazh (لِكُلِّ). Dalam kamus Mu’jam Al Wasith, lafazh ini memberi faidah Al istighroq isim yang diidhofahkan padanya. Dalam konteks hadits itu berarti menunjukkan semua penyakit tanpa terkecuali.   Kemudian perhatikan bagaimana ucapan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad atau Thibbun Nabawi,   في قول النبي “لكل داء دواء” تقوية لنفس المريض والطبيب وحث على طلب ذلك الدواء والتفتيش عليه   Pada sabda nabi shalallahu’alaihi wa sallam “setiap penyakit ada obatnya” terdapat penguatan bagi jiwa orang yang sakit dan tabibnya, dan ada dorongan mencari obat dan melakukan penelitian mendalam.   Mungkin anda akan berkata,   Meneliti… ini butuh duit yang besar dan banyak, kita ndak punya teknologinya, ndak punya alatnya dst. La Haulaa wa laa Quwwata illaa billah…   Dimana semangat juang Kholid bin Walid dan pasukannya yang hanya berbekal kuda perang, alat perang sederhana melawan pasukan perang Romawi terlatih dan peralatan perang canggih?   Dimana semangat juang Al Barra’ bin Malik yang berkulit hitam bertubuh kurus yang berhasil masuk ke benteng Musailamah Al Kadzzab dengan dilempar dan berhasil masuk kedalam benteng dengan membuka gerbang benteng dari dalam yang mengakibatkan kaum muslimin mampu menghancurkan nabi palsu?   Tidak adakah di antara para ahli muslim yang berjuang meneliti sendiri membebaskan diri dari pengaruh global yang mayoritas memusuhi muslim untuk berjuang meneliti dan menemukan obatnya?   Dimana itu habbatussauda yang kita yakini obat segala penyakit? Dimana itu Zam Zam yang ketika meminum tergantung dari niat peminumnya? Dimana itu ribuan petunjuk nabi kita tentang pengobatan? Bukankah tidak mungkin Allah tidak menurunkan obat suatu penyakit dialaminya yang sangat luas dan kaya ini?   Terkadang butiran debu ini menitikkan air mata, tatkala ada yang memiliki semangat juang meneliti sendiri namun dilemahkan. Tatkala ada yang bangkit berjuang untuk memunculkan Thibbun Nabawi sebagai solusi kemudian ditenggelamkan.   Dimanakah semangat juang kita yang terinspirasi dengan Al Qur’an dan hadits-hadits nabi?   Coba anda renungkan ketika anda hidup saat sains ketika belum bisa membuktikan bahwa hadits lalat yang dicelup air adalah benar.   Apakah anda akan membela sains dan mengatakan hadits itu dho’if atau pemahamannya tidak seperti itu karena tidak mungkin Islam yang benar menyalahi sains dan kedokteran?   Ataukah sebaliknya, anda bangkit kemudian mengobarkan semangat juang.   Aku akan buktikan pada dunia, bahwa hadits lalat benar dan bisa dibuktikan secara sains dan kedokteran kemudian anda dedikasikan hidup anda tuk berjuang untuk membuktikan dan membela hadits nabi di bidang sains. Saya berharap dan berdoa… semoga anda menjadi sosok orang yang kedua.   Semoga bermanfaat   (Fawaid Abu Ahmad Ricki al-Malanjiy)   Ingin mendapatkan faidah harian seperti ini, yuk gabung di grup info Kuttab Rumah Qur’an   https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Scroll to Top