Faidah Singkat

Faidah Singkat

Pengobatan Dengan Cara Memperbaiki Kondisi Kejiwaannya dan Menguatkan Hatinya

Perasaan positif sangat penting dalam kesembuhan orang yang sedang sakit. Sebaliknya, perasaan negatif akan memperparah penyakitnya. Jika seseorang dari awal sakit sudah tergambar kematian yang ia sangat takuti, terbayang Allah tidak akan menyembuhkannya, maka justru itu akan memperparah penyakitnya.   Kaidah pengobatan ini sudah dijelaskan dan dipraktekkan nabi kita shalallahu’alaihi wa sallam. Mari kita simak hadits berikut,   عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أَعْرَابِيٍّ يَعُودُهُ. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk Arab Badui. قَالَ : وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ عَلَى مَرِيضٍ يَعُودُهُ قَالَ : ” لَا بَأْسَ، طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ “. Ibnu Abbas berkata, “Tatkala nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menjenguk orang sakit bersabda, “Tidak mengapa, disucikan insyaaAllah”” فَقَالَ لَهُ : ” لَا بَأْسَ، طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ “. Maka nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Arab Badui itu, “Tidak mengapa, disucikan insyaaAllah” قَالَ : قُلْتَ : طَهُورٌ ؟ كَلَّا بَلْ هِيَ حُمَّى تَفُورُ – أَوْ تَثُورُ – عَلَى شَيْخٍ كَبِيرٍ، تُزِيرُهُ الْقُبُورَ. Kamu berkata disucikan? Tidak akan, bahkan ini adalah demam yang sangat tinggi yang menimpa orang yang sudah tua yang akan membawanya ke kubur. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” فَنَعَمْ إِذَنْ “. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “kalau begitu iya” (HR. Bukhari, no. 3616)   Sekarang mari kita perhatikan ucapan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, لَا بَأْسَ   Tidak mengapa   Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika menjelaskan hadits 907 pada Riyadush Shalihin mengatakan,   لا باس يعني لا شدة عليك، ولا اذى   Tidak mengapa artinya tidak ada kesusahan atau bahaya untuk anda.   Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi bersabda   طهور   Disucikan   Syaikh Sa’ad bin Ali Wahf Al Qahthani menjelaskan dalam Ittihafu Al Muslim bi Syarhi Hishnul Muslim maknanya adalah orang yang sakit dibersihkan dari dosa.   Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam   إِنْ شَاءَ اللَّهُ   Jika Allah menghendaki   Syaikh Sa’ad bin Ali Wahf Al Qahthani menjelaskan dalam Ittihafu Al Muslim bi Syarhi Hishnul Muslim secara ringkas maknanya adalah karena kata laa ba’sa dan thohurun adalah pengabaran, maka harus disertai insyaAllah.   Dari sini coba anda perhatikan bagaimana nabi kita shalallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi orang yang sakit dengan:   ✅ Mengabarkan sakitnya tidak berat/ringan, tidak mengapa. ✅ Mengabarkan bahwa orang yang sakit akan dibersihkan dosa dosanya.   Dalam hadits tersebut Badui Arab yang sakit tidak suka dan mengatakan hal negatif, demam tinggi yang menimpa orang yang rapuh dan akan membuatnya meninggal.   Kemudian dibalas oleh nabi shalallahu alaihi wassalam “kalau begitu iya seperti itu.” Dalam penjelasan lain disebutkan bahwa Arab Badui itu akhirnya meninggal beberapa hari kemudian.   Yang menarik adalah bagaimana Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah mengatakan ucapan luar biasa berikut ini,   تفريح نفس المريض، وتطييب قلبه، وادخال ما يسره عليه، له تأثير عجيب في شفاء علته وخفتها،   Menggembirakan hati orang sakit, memperbaiki hatinya, memberikan kebahagiaan di hati mereka memiliki dampak yang luar biasa dalam penyembuhan maupun meringankan sakitnya. (Lihat Zaadul Ma’ad, Pasal Pembahasan Thibbun Nabawi)   Jadi… Berilah kabar gembira pada orang sakit. Kabarkan tentang tauhid. Perasaan senang, hati yang tawakkal, tenang, dan optimis berpengaruh pada kesembuhan. Hilangkan ketakutan pada orang yang sakit sehingga tidak merasa nyawanya pasti hilang atau penyakitnya sulit diobati.   Semoga bermanfaat.   (Fawaid Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy)   Ingin dapat faidah harian, yuk gabung di grup info Kuttab RuQu   https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Yakinlah Rencana Allah Pasti Jauh Lebih Indah Untukmu

Sejenak, mari kita renungkan untaian kata dalam hadits ini, عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ Dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ ؛ Seorang tawanan perang (perang hawazin) menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي Tiba tiba ada seorang perempuan diantara tawanan itu mengeluarkan ASI nya untuk memberi minum. إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ Tatkala ia mendapati seorang anak diantara tawanan perang, ia segera mengambilnya. فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ Kemudian ia segera memasukkan kedalam bajunya dan menyusuinya. فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Nabi shalallahu’alaihi wa sallam kemudian bersabda, ” أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ ؟ “ “Apakah kalian akan melihat perempuan ini melemparkan anaknya didalam api?” قُلْنَا : لَا، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ Kami berkata, “Tidak, dia tidak akan tega melemparkannya.” “فَقَالَ : ” لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah lebih sayang pada hambaNya dari perempuan ini pada anaknya.” (Hadits Bukhari Muslim, lafazh Bukhari) Perhatikan ucapan nabi kita shalallahu’alaihi wa sallam mengabarkan tentang Rabb-Nya, لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا Allah lebih sayang pada hambaNya dari perempuan ini pada anaknya. Ketika mensyarah kitab Arba’in Nawawi, Syaikhuna Khalid Al Juhani menjelaskan bahwa terkadang ketika kita berdoa berulangkali namun belum dikabulkan, ini merupakan salah satu tanda bahwa Allah sayang kepada kita. Allah Maha Tahu seandainya langsung dikabulkan maka justru akan membuat kita celaka. Jadi, tugas kita hanya berdoa dan berdoa. Untuk pengabulan doa, Allah yang Tahu; apakah disimpan di akhirat, langsung diberi, atau diganti dengan yang lain yang lebih baik. Coba kita bayangkan diri kita dan anak kita. Suatu ketika anak kita meminta mainan yang berbahaya bagi dia. Kita tahu, jika kita berikan langsung maka anak kita akan tertimpa bahaya. Ketika kita tidak menuruti keinginan anak kita mungkin anak kita akan meronta, menangis, bahkan menganggap orang tuanya tidak sayang padanya. Namun ketika kita menuruti permintaan anak, ini menunjukkan kita tidak sayang karena membuat anak kita tertimpa bahaya. Jadi, teruslah meminta dan berdoa. Yakinlah rencana Allah selalu terindah untuk anda. Semoga bermanfaat. (Fawaid Abu Ahmad Al Malanjiy) Ingin dapat faidah harian, yuk gabung di grup Info Kuttab RuQu https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Pelajari Setiap Ilmu Dari Dasar yang Paling Dasar

Syaikhunaa Kholid Mahmud Al Juhani mengatakan, لِكُلِّ عِلْمٍ مَبَادِءُ Setiap ilmu memiliki mabadi’. Beliau juga mengatakan, اَنَّهُ يَنْبَغِي لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يَتَعَلَّمَ علمًا اَنْ يَعْرِفَ مَبَادِءَهُ العَشْرَةَ اَلَّتِي تُصَوِّرُ لَهُ ذَلِكَ الْعِلْمَ قَبْلَ الشُّرُوعِ لَهُ Siapa saja yang ingin mempelajari sebuah ilmu, hendaknya ia terlebih dahulu mengenal 10 Mabadi’ yang menggambarkan ilmu tersebut sebelum memulai belajar ilmu tersebut. Apa Sih Mabaadi’ Itu? Mabaadi’ adalah prinsip-prinsip dasar sebuah ilmu. Setiap ilmu yang kita pelajari pasti memiliki mabadi’ atau kita terjemahkan bebas “dasar ilmu yang paling dasar”. Lalu, … Mengapa perlu Belajar dari Mabaadi’nya? Syaikhunaa Kholid Al Juhani mengatakan, فَمَنْ عَلِمَ هَذِهِ الْمَبَادِءَ الْعَشْرَةَ اَحَاطَ بِالْعِلْمِ Barangsiapa yang mengetahui 10 Mabadi’ ini maka ia telah menguasai ilmu tersebut. وَتَصَوَّرَهُ تَصوُّرًا جَيِّدًا مِمَّا يُؤَهِّلُهُ لِلدُّخُولِ فِي دِراسَةِ دِرَاسَةً تَاْصِيلِيَّةً Dan ia mampu menggambarkan ilmu itu dengan penggambaran yang baik dan sesuai untuknya untuk masuk dalam pembelajaran dari dasarnya. Dari sini kita tahu bahwa sebelum kita menceburkan diri dalam suatu ilmu maka kita perlu tahu apakah ilmu itu sesuai dan perlu untuk kita pelajari. Ini bisa kita ketahui dengan mempelajari mabadi’ terlebih dahulu. Kaidah ini sudah di tetapkan para ulama Islam sebelum orang barat menetapkan kaidah belajar sesuai bakat dan minat. Banyak harta Karun Islam yang belum kita gali namun seringkali pandangan kita terpukau dengan mereka sehingga selalu menyerap ilmu mereka tanpa kritik mendalam. Apa itu Mabadi’ ‘Asyaroh? Mabadi’ ‘Asyaroh sudah diterapkan para ulama sejak dulu, namun yang mengumpulkan dalam bait syair yang mudah dihafal adalah Imam Abu Al ‘Irfan Muhammad bin ‘Ali ash Shobban Al Mishri yang dikenal dengan nama Imam ashshobban. Beliau wafat di Mesir tahun 1206 Hijriyah. Beliau berkata, اِنَّ مَبَادِي كُلِّ فَنٍّ عَشَرَهْ … الْحدُّ وَالْمَوْضُوعُ ثُمَّ الثَّمَرَهْ Mabadi’ setiap cabang ilmu ada 10… Definisi, Bidang Pembahasan, dan Manfaat Belajar Ilmu tersebut, نِسْبَةٌ وَالْفَضْلُ وَالوَاضِعْ … وَالِاسْمُ الِسْتِمْدَادُ حُكمُ شَارِعْ Ilmu itu termasuk cabang ilmu apa, keutamaan ilmu itu, peletak dasar ilmu itu… nama ilmu itu, sumber pengambilan ilmunya, dan hukum mempelajarinya, مَسَاءِلٌ وَالْبَعْضُ بِالْبَعْضِ اكْتَفَی …وَمَن دَرَی الْجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفَا Pembahasan-pembahasan ilmu itu. Satu dengan yang lain telah mencukupi… Siapa yang mengilmuinya maka ia telah mendapatkan kemuliaan. Betapa banyak harta Karun Islam di dunia pendidikan, pengobatan, teknik dan berbagai cabang ilmu belum tergali, tugas kita adalah mengembalikan harta karun ilmu agar dimiliki orang Islam, dan bukan hanya selau mengekor dengan kaum barat. Kemuliaan Islam tidak mungkin diraih dengan hanya bersantai dan selalu mengekor dan mencukupkan diri dengan teori barat namun butuh usaha keras untuk menggali, mempertanyakan, dan meneliti kembali. Semoga bermanfaat. (Fawaid Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy) Ingin dapat faidah faidah harian? Yuk gabung di grup Info Kuttab Rumah Qur’an https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Apa itu Ilmu Hadits?

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata dalam an Nukat   مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدِ الَتِي يُتَوَصَّلُ بِهَا اِلَی مَعْرِفَةِ حَالِ الرَّوِي وَالْمَرْوِي   (Sebuah Ilmu) mengenal kaidah-kaidah untuk mengenal keadaan perowi dan yang diriwayatkan.   Al Imam as Suyuthi rahimahullah berkata dalam Alfiyah, عِلْمُ الْحَدِيْثِ ذُو قَوَانِينَ تُحَدّ ….. يُدْرَی بِهَا اَحْوَالِ مَتْنٍ وسَنَدْ   Ilmu hadits memiliki kaidah-kaidah yang ditentukan…diketahui dengan kaidah-kaidah itu keadaan matan dan sanad.   فَذَانِكَ الْمَوْضُوعُ وَالْمَقْصُودُ…..اَنْ يُعْرَفَ الْمَقْبُولُ وَالْمَرْدُو   Dalam ilmu ini ada pembahasan dan penjelasannya…..agar hadits yang diterima atau ditolak dapat diketahui.   Dalam kitab Tadribu Ar Rowi Imam as Suyuthi rahimahullah menjelaskan tentang ilmu hadits,   مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدِ الَّتِي يُعْرَفُ بِهَا اَحْوَالُ السَّنَدِ والْمَتْنِ   (Ilmu hadits adalah ilmu untuk) mengenal kaidah kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan.   Dari definisi – definisi ini kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu hadits adalah: 1. Kaidah-kaidah penting. 2. Penjelasan kaidah penting. 3. Untuk mengetahui keadaan matan / Marwi. 4. Untuk mengetahui keadaan sanad / Rowi. 5. Menentukan hadits yang diterima dan bisa dijadikan dalil. 6. Menentukan hadits yang ditolak dan tidak bisa dijadikan dalil.   Agar lebih jelas maka mari kita perhatikan hadits berikut ini.   حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ ، يَقُولُ : سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ : ” إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ “.   Hadits ini adalah hadits pertama dalam ‘Arbain Nawawi. Sanad dan matan ini saya ambil dari kitab shahih bukhari dimana para ulama sepakat kitab yang paling shahih setelah Al Qur’an adalah kitab shahih Bukhari.   Sanad adalah…   حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ ، يَقُولُ : سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ   Sedangkan matan adalah…   إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ   Nah, ilmu hadits adalah mempelajari sanad dan matan agar diketahui hadits yang bisa dijadikan dalil dan yang tidak bisa dijadikan dalil.   (Faidah Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy) Ingin dapat faidah harian seperti ini? Yuk gabung di https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Faidah Singkat

Bagaimana Hukum Berobat dengan Suatu Obat?

Bagaimana sih hukum berobat dengan suatu obat itu? Wajib, mustahab, mubah, makruh, atau haram?   Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berobat. Pendapat Pertama adalah mubah. Ini adalah pendapat jumhur ulama seperti hanafiyyah, malikiyyah, dan Hanabilah. Pendapat Kedua adalah mustahab. Ini pendapat madzhab Syafi’iyyah, jumhur salaf dan umumnya kholaf.   Apa Dalil Mereka dan Bagaimana Sisi Pendalilannya? Saya sebutkan satu hadits yang hadits ini digunakan oleh dua golongan ulama baik yang memustahabkan dan yang membuahkan.   عَنْ جَابِرٍ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : ” لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ “.   Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Pada setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obat sudah bertemu dengan penyakitnya maka akan sembuh dengan izin Allah” (Shahih Muslim no. 2204)   Contoh Ulama yang Memubahkan (Membolehkan) Dalam Tuhfatul Ahwadzi Mubarokfuri disebutkan, أنَّ فيها إثباتَ الطِّبِّ والعلاجِ، وإباحةَ التَّداوي ((تحفة الأحوذي)) للمباركفوري (6/159) Pada hadits ini ada penetapan pengobatan dan mubahnya berobat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, ولستُ أعلمُ سالفًا أوجَبَ التداويَ، وإنَّما كان كثيرٌ من أهلِ الفَضْلِ والمعرفة يُفَضِّلُ تَرْكَه تفضُّلًا واختيارًا). ((مجموع الفتاوى)) (21/564). Saya tidak mengetahui ada kaum salaf yang mewajibkan berobat. Yang aku dapati hanyalah banyaknya orang yang memiliki keutamaan dan ma’rifah mengutamakan meninggalkannya karena keutamaan atau melakukan pengobatan sebagai bentuk ikhtiyar.   Para ulama yang menghukumi mubah mengambil sisi bahwa tidak ada lafazh menganjurkan dan memerintahkan dalam hadits dan para ulama salaf.   Contoh Ulama Yang Memustahabkan Imam Nawawi berkata dalam Syarh Al Minhaj:   وفي هذا الحديث إشارة إلى استحباب الدواء Pada hadits ini terdapat isyarat Mustahabnya obat وهو مذهب أصحابنا ، وجمهور السلف ، وعامة الخلف Ini adalah madzhab kami (madzhab syafi’iy), jumhur salaf dan umumnya kholaf   Imam Muslim juga menyebutkan hadits ini pada bab لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ وَاسْتِحْبَابُ التَّدَاوِي Setiap penyakit ada obatnya dan Mustahabnya berobat   Inilah yang juga mendasari Syaikh bin Baaz mengatakan bolehnya meninggalkan pengobatan medis modern dan memilih pengobatan Thibbun Nabawi karena hukum berobat adalah mustahab.   Nah mungkin para ulama yang memustahabkan melihat lafazh anjuran dalam hadits lain. Dari hadits Usamah bin Syarik, تَدَاوَوْا ؛ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ : الْهَرَمُ “. “Berobatlah kalian karena sesungguhnya Allah tidaklah memberikan suatu penyakit kecuali memberikan juga obat untuknya, kecuali satu obat yaitu obat yang haram.” (Hadits Shohih Riwayat Abu Dawud 3855)   Faidah Tambahan Nah dari sini kita tahu tidak mungkin suatu penyakit yang Allah turunkan tidak ada obatnya. Setiap penyakit pasti ada obatnya tingga cari obat dari suatu penyakit. Dari sini juga kita tahu bahwa hukum berobat adalah di antara mustahab dan mubah.   Kita juga mengetahui bahwa tidak ada batasan obat tertentu dengan penyakit tertentu. Suatu penyakit bisa jadi obatnya bermacam-macam. Intinya kesembuhan adalah dari Syifa yang diturunkan Allah. Kita boleh berobat dengan obat apapun kecuali obat yang makruh atau haram. Jika Allah menghendaki sembuh maka Allah akan memudahkan untuk mengarahkan pada waktu, jumlah, dan jenis obat yang merupakan kesembuhannya. Jika Allah tidak menghendaki atau belum menghendaki maka Allah tidak akan mempertemukan dengan obat yang bisa menyembuhkannya. Inilah luar biasanya kita belajar aqidah tauhid. Allahu Akbar. Wallahua’lam (Fawaid Abu Ahmad Ricki Kurniawan Al Malanji)   Ingin mendapat faidah harian?. Yuk gabung di grup wa: https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Scroll to Top