Parenting Islam

Parenting Islam

Ngobrol Parenting Islam

Kesalahan itu bersumber dari hal yang sangat beragam. Jika kita ingin memperbaiki kesalahan, maka pahamilah sumber yang merupakan akar masalah. Di antara kesalahan adalah bersumber dari karakter alami yang telah dibiasakan sejak kecil. Jika kesalahan itu karena kebiasaan yang telah menjadi karakter alami, maka pahami bahwa usaha memperbaiki butuh kesabaran ekstra. Ikuti kajian menarik di sore ini, InsyaAllah Ayah Bundabersikaplah yang wajar tatkala menemui kesalahan karena bersumber dari karakter alami seseorang. Kajian Parenting 15 Juli 2023 Kehebatan Ulama Syanqith Dalam Hafalan Ilmu Karena Berasal Kebiasaan Menghafal Ketika Kecil Syaikh Muhammad Ibnu ‘Allamah Abdullah Ibnu Al Haj Ibrahim Al ‘Alwiy (wafat 1250 H) mengatakan, Jikalau ilmu ilmu dalam madzhab fiqih yang empat beserta kitab rujukannya semuanya dilempar ke lautan hingga hancur, maka aku dan muridku bisa menghadirkan kembali dengan sempurna tanpa penambahan dan pengurangan. Muridku memegang hafalan matannya sedangkan aku memegang penjelasannya. Ucapan ini diucapkan oleh putra Syaikh Muhammad Mukhtar Al Syanqithi yang sekarang jadi ulama yaitu Syaikh Mahmud bin Muhammad Mukhtar Al Syanqith. Inilah mengapa thobi’ah (karakter alami) sangat ditentukan dengan kebiasaan di masa kecil terutama sebelum baligh. Kita harus upayakan maksimal membiasakan anak dengan banyak kebiasaan baik dengan cara yang sesuai usia dan zaman mereka berada. Ikuti kajian menarik tentang ini di sore nanti, insyaAllah Sebarluaskan semoga banyak yang dapat manfaat dengan perantara anda menunjukkan kebaikan.

Artikel, Parenting Islam

Sebelum Menasihati dan Memperbaiki Kesalahan Orang Lain, Perhatikan Dirimu

Saudaraku, perhatikanlah hatimu tatkala kamu ingin mengoreksi kesalahan seseorang. Apakah itu bersumber dari rasa sayangmu sebagai sesama muslim melihat saudaranya sedang terjatuh pada kesalahan dan bahaya dan ingin menyelamatkannya? Ataukah itu bersumber dari emosi sesaat dan ambisimu yang ingin menjatuhkan kedudukan saudaramu, ingin menunjukkan bahwa dirimu yang benar sedang lawanmu yang salah, dan meninggikan derajatmu di hadapan manusia? Saudaraku, lebih mudah kita melihat kesalahan orang lain dan menyalahkannya daripada melihat kesalahan diri kita. Tatkala kita diminta menyebutkan kesalahan orang di sekitar, kita maka kita mampu menyebutkan dengan banyak, sedang ketika kita diminta menyebutkan kelemahan diri dan kesalahan kita, maka kita tidak bisa menyebutkannya. Semoga Allah melindungi kita dari ketidak ikhlasan ketika memperbaiki kesalahan orang lain. Sebelum anda ingin memperbaiki kesalahan, maka ada hal penting yang harus anda perhatikan, sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al Munajjid dalam buku beliau, al Asalib an Nabawiyyah fi Ta’amul Ma’a Akhto’i an Naas: Ikhlas melakukan perbaikan karena Allah Kesalahan adalah merupakan karakter asli manusia Hendaknya proses menyalahkan sesuatu dibangun di atas dalil syar’i dan disertai dengan bayyinah (fakta di lapangan) dan bukan karena ketidak tahuan atau hal berubah-ubah. Ketika kesalahan itu adalah kesalahan yang besar, maka perbaikan untuk memperbaikinya lebih kuat Perhatikan kedudukan orang yang hendak diperbaiki kesalahannya Membedakan antara orang yang salah karena ketidaktahuan dengan orang yang sengaja berbuat salah tatkala ia tahu perbuatan tersebut salah Membedakan kesalahan yang disebabkan ijtihad dan kesalahan karena niat melakukan kesalahan, kelalaian,dan meremehkan. Niat baik seseorang yang melakukan kesalahan tidak menghalangi kita mengingkari kesalahan tersebut. Adil dan tidak pilih kasih ketika memberikan peringatan pada kesalahan Waspada dari memperbaiki sebuah kesalahan yang berakibat terjadinya kesalahan lain yang lebih besar Mengetahui kesalahan yang muncul dari watak asli seseorang Membedakan kesalahan dari melanggar syariat atau melanggar hak pribadi seseorang Membedakan antara kesalahan besar dan kesalahan kecil, karena syariat membedakan antara dosa besar dan dosa kecil Membedakan antara kesalahan yang berulang dan kesalahan pertama kali Membedakan antara kesalahan yang terjadi berturut-turut dan kesalahan yang terjadi berulang dengan jarak yang berjauhan Membedakan orang menyebarkan sebuah kesalahan dan yang menutupi sebuah kesalahan Perhatian dengan orang yang agamanya masih lemah dan membutuhkan untuk melembutkan hatinya Memperhatikan kedudukan dan kekuasaan dari orang yang melakukan kesalahan Mengingkari kemungkaran pada anak-anak yang melakukan kesalahan Menghindari mengingkari wanita-wanita ajnabiyyah Tidak sibuk dengan memperbaiki akibat kesalahan dan meninggalkan pengobatan pada inti kesalahan dan sebabnya Tidak memperbesar kesalahan dan berlebihan mengungkapkannya Meninggalkan membebani dan sewenang-wenang menisbahkan seseorang dengan kesalahan serta menjauhi memaksa pengakuan dari orang yang salah terhadap kesalahannya. Memberikan waktu yang cukup dalam memperbaiki kesalahan khususnya bagi orang yang telah terbiasa melakukan kesalahan dalam waktu yang lama dari umurnya. Ini harus diikuti dengan terus menerus memberi peringatan dan perbaikan. Menjauhi menjadikan orang yang bersalah merasa dimusuhi dan lebih memperhatikan pencapaian seseorang lebih penting dari posisinya Ditulis oleh Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy Malang, Rumah Kontrakan Grandsuroso, 8 Oktober 2022

Faidah Singkat, Fikih Pendidikan Anak, Parenting Islam

Bolehkah Membeda-bedakan Pemberian kepada Anak?

Membedakan pemberian kepada anak bukanlah perbuatan tidak adil.   Perhatikan kisah Nu’man bin Basyir yang merupakan perintah berbuat adil kepada anak.   انْطَلَقَ بِي أَبِي يَحْمِلُنِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، Aku berjalan bersama ayahku, kemudian ayahku membawaku kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.   فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، اشْهَدْ أَنِّي قَدْ نَحَلْتُ النُّعْمَانَ كَذَا وَكَذَا مِنْ مَالِي. Kemudian ayahku berkata, “Wahai Rasulullah, saksikanlah bahwa aku telah memberi hadiah kepada Nu’man ini dan ini dari harta milikku.”   فَقَالَ : ” أَكُلَّ بَنِيكَ قَدْ نَحَلْتَ مِثْلَ مَا نَحَلْتَ النُّعْمَانَ ؟ Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah seluruh anakmu telah kau berikan hadiah serupa dengan yang kau berikan kepada Nu’man?”   ” قَالَ : لَا. قَالَ : ” فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا غَيْرِي “، Ayah Nu’man mengatakan, “tidak.” Kemudian Rasulullah bersabda, “kalau begitu persaksikan pada selainku.”   ثُمَّ قَالَ : ” أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا إِلَيْكَ فِي الْبِرِّ سَوَاءً ؟ ” قَالَ : بَلَى. قَالَ : ” فَلَا إِذَنْ “. Kemudian Rasulullah bersabda, “apakah kamu senang jika mereka sama sama berbakti kepadamu?” Ayah Nu’man menjawab, “tentu.” Kemudian Rasulullah menjawab, “kalau begitu, jangan lakukan. ” (Hadits Riwayat Bukhari Muslim)   Perhatikan sabda nabi shalallahu’alaihi wa sallam, أَكُلَّ بَنِيكَ قَدْ نَحَلْتَ مِثْلَ مَا نَحَلْتَ النُّعْمَانَ ؟ dalam riwayat lain أَكُلَّهُمْ وَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ هَذَا ؟ dalam riwayat lain أَعْطَيْتَ سَائِرَ وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا ؟ Semua menggunakan lafazh (مِثْلَ) bukan (سَوَاءً). Arti مِثْلَ adalah الشِّبه والنظير yang artinya serupa dan sepadan berbeda dengan lafazh (سَوَاءً) yang artinya مستوي yang artinya sama.   Karena itu Syaikh Shalih Al Munajjid mengatakan, ولا يجوز له أن يفاوتَ في العطيةِ إلَّا لسببٍ Tidak boleh membedakan pemberian kepada anak kecuali dengan sebab.   Misal warisan yang harus membagi laki laki berbeda dengan perempuan. Misal usia dimana anak kecil diberi berbeda dengan anak yang sudah besar. Misal kebutuhan dibelikan mainan atau kebutuhan hidup. Misal hikmah tertentu untuk mendorong anak lebih bertakwa dengan memberi yang hafal Qur’an saja, yang akhlaknya baik saja dll. Semoga bermanfaat (Fawaid Abu Ahmad Ricki Al Malanjiy)   Ingin dapat faidah faidah harian?, Yuk gabung di grup Info Kuttab Rumah Qur’an https://chat.whatsapp.com/K4dODXojzlF5sisFKCq1Aq

Parenting Islam

Tanamkan Keyakinan Tentang Kehidupan Setelah Mati: Resep Jitu Menjadikan Anak Nakal Jadi Penurut

Pernahkah anda melihat seorang anak kecil berusia kurang dari 10 tahun datang ke sebuah kuburan kemudian sholat jenazah bersama orang-orang dewasa? Pada zaman ini, anak kecil datang ke kuburan saja sangat sedikit karena para orang tua takut kalau anak tersebut pulang membawa “ruh halus”. Sebuah keyakinan yang keliru tentang sebuah kuburan. Kalaupun anak kecil datang ke kuburan, kemungkinan besar mereka bermain “mercon” karena mereka dilarang bermain mercon di pemukiman warga. Ternyata mendidik seorang anak untuk mengingat kematian adalah pendidikan yang bagus. Ketika keimanan tentang hidup setelah mati tertanam kuat pada hati seorang anak, maka akan sangat mudah bagi kita sebagai orang tua, untuk meluruskannya dengan cara mengingatkannya dengan pahala, surga, siksa, dan neraka. Barangsiapa yang selalu mengingat kematian dan beramal untuk kehidupan setelah kematian maka ia akan memperoleh kemuliaan di dunia dan akhirat karena kematian adalah obat dari segala macam kebaikan dan penyakit hati serta pencegah dari banyak sekali perbuatan buruk. (‘Abdul-Mu’thii, 1431 H (2010 M)) Ketika kita ingin membenahi kesalahan anak-anak kita, kita bisa menggunakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita dan anak-anak kita untuk mengingatkan tentang kematian dan negeri akhirat. Salah satu caranya adalah dengan cara mengajak mereka berziarah kubur dan mensholati jenazah. (‘Abdul-Mu’thii, 1431 H (2010 M)) Apakah Metode Pendidikan Ini Ada Contohnya Dari Kaum Salaf? Mari kita simak suatu bab di kitab shohih Bukhori (al-Bukhaariy, 1407 H (1987 M)). Imam Bukhori berkata, بَابُ صَلَاةِ الصِّبْيَانِ مَعَ النَّاسِ عَلَى الْجَنَائِزِ “Bab sholat jenazahnya anak bersama manusia” Kemudian beliau menyampaikan hadits nomor 1262 (al-Bukhaariy, 1407 H (1987 M)). Dari Abdullah bin Abbas, beliau berkata, أَتَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَبْرًا، فَقالوا: هذا دُفِنَ – أوْ دُفِنَتْ – البَارِحَةَ، قالَ ابنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عنْهمَا: فَصَفَّنَا خَلْفَهُ، ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا. ”Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam menjumpai sebuah makam. Kemudian para sahabat berkata: “Ini (laki-laki / perempuan) dimakamkan kemarin.” Kemudian Ibnu Abbas berkata: “Kemudian kami membentuk shof di belakang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian sholat atas jenazah itu.” Tahukah anda usia Ibnu Abbas ketika itu? Jika Ibnu Abbas berusia sekitar 10 tahun ketika Nabi shallallahu’alaihi wa sallam wafat, tentunya kejadian ini terjadi ketika beliau berumur di bawah 10 tahun. Manakah di antara anak kecil sekarang yang sholat jenazah bersama orang dewasa? Bagaimana Metode Praktis Menanamkan Keyakinan Kehidupan Setelah Mati kepada Anak? 1. Membacakan hadits-hadits tentang perjalanan manusia setelah mati. Kita bisa membacakan hadits-hadits ini dengan metode berkisah. Hadits- hadits ini akan melekat kuat ketika kita bacakan kepada anak-anak sebelum tidur. Jika tidak bisa menghafalnya, kita bisa membaca bersama-sama dengan anak agar tertanam ikatan hati antara orang tua dan anak sekaligus memudahkan penanaman aqidah kehidupan setelah kematian. 2. Membantu anak menghafal ayat dan hadits ringkas tentang kehidupan setelah mati. Caranya cukup dengan membaca bersama sama anak berulang kali hingga mereka hafal dengan sendirinya. Setelah anak-anak mampu hafal matan arab, mereka dibantu untuk menghafal terjemahan dari matan tersebut. 3. Sering mengucapkan dan mengingatkan anak tentang kehidupan setelah mati. Saat kita mendampingi anak, kita perlu selalu menyambungkan sebuah peristiwa dengan kehidupan setelah mati. Jika ini sering dan berulang kali kita lakukan, maka aqidah kehidupan setelah mati akan tertanam kuat, dengan izin Allah. Contohnya ketika listrik dirumah kita padam sehingga terjadi gelap. Maka kita peluk anak kita, sambil kita berkata, “Nak, semoga Allah melindungi kita dari beratnya siksa di alam barzakh. Nanti pada saatnya kita akan mengalami gelapnya di dalam kubur.” Contohnya lagi ketika sedang membakar ikan untuk dimakan. Kita mungkin bisa menunjukkan bagaimana kulit ikan yang kita bakar melepuh dan menghitam. Kemudian kita berkata, “Nak, semoga Allah melindungi kita dari beratnya siksa neraka. Penduduk neraka akan dibakar oleh api neraka yang panasnya jauh lebih panas daripada api yang membakar ikan ini.” Kata kuncinya adalah kaitkan semua kejadian yang dialami anak dengan kehidupan akhirat. Malang, 19 Syawal 1441H (11 Juni 2020) Abu Ahmad Ricki Kurniawan Kuttab Rumah Qur’an Malang Referensi: ‘Abdul-Mu’thii, ‘. M. (1431 H (2010 M)). Kaifa Nu’aaliju Akhthaa`a Abnaainaa. al-Andalus al-Jadiidah. al-Bukhaariy, M. b. (1407 H (1987 M)). al-Jaami’u ash-Shahiih al-Mukhtashar. al-Yamaamah, Beirut, Libanon: Daar Ibnu Katsiir. Whatsapp Kuttab Rumah Qur’an: > Usia Dini: Ustadzah Ummu Ahmad (0815-5541-1255) > Usia Sekolah Dasar: Ustadz Abu Ahmad Ricki (085604650342) Website www.kuttab-rumahquran.com Fanpage Facebook: Kuttab Rumah Qur’an Youtube: Kuttab RumahQuran Grup PIKuRuQu Whatsapp: https://chat.whatsapp.com/HQFqfrqUBcvDSGXraERs7x Telegram: https://t.me/PIKuRuQu

Parenting Islam

Mendulang Faidah Dari Masa Kecil Para Ulama: Sahl at Tustari (1)

لما بلغ عمره ثلاث سنين كان يسهر الليل ينظر الى صلاة خاله محمد بن سوار. وربما قال له خاله محمد قم يابني فارقد فقد شغلت قلبي. “Tatkala Sahl at Tustari berumur 3 tahun pernah terbangun pada suatu malam. Ia melihat pamannya, Muhammad ibn Sawwar sedang melakukan sholat. Kemudian pamannya, Muhammad berkata, “Bangunlah, anakku, kemudian tidurlah dengan nyenyak. Kamu telah menyibukkan hatiku.” FAIDAH 1. Seorang anak belajar dari apa yang mereka lihat. Ketika mereka melihat orang yang disayangi dan dihormati mereka melakukan sesuatu, maka akan mudah ditiru oleh seorang anak. Sahl at Tustari dikelilingi oleh keluarga yang sholih, sehingga ibadah, pengajaran, dan teladan mudah terserap pada jiwa Sahl at Tustari kecil. 2. Pengajaran dengan teladan langsung lebih mengena dan menetap pada jiwa anak daripada sekedar teori. 3. Sering-seringlah memanggil anak dengan panggilan kesayangan. Seperti Muhammad ibn Sawwar memanggil Sahl at Tustari yang saat itu berusia 3 tahun dengan kata ‘yaa bunayya’. وربما رائ ذلك خاله قال له الا تذكر الله الذي خلقك. قال كيف أذكره. قال قل في نفسك من غير ان تحرك به لسانك اذا جنك الليل الله معي، الله ناظر الي، الله شاهد على ثلاث مرات ففعل ذلك “Tatkala Paman Sahl at Tustari melihat Sahl bangun, beliau berkata kepada Sahl at Tustari, “Tidakkah engkau mau mengingat Allah yang telah menciptakanmu?” Sahl berkata, “Bagaimana aku bisa mengingat Allah?” Paman Sahl at Tustari berkata, “Ucapkanlah dalam hatimu tanpa menggerakkan lidahmu tatkala engkau akan tidur di malam hari, “Allah bersamaku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku” sebanyak 3 kali. Kerjakanlah hal itu.” FAIDAH 1. Perhatikan cara bicara kepada Sahl yang masih berusia 3 tahun. Beliau tidak menganggap Sahl masih kecil dan belum perlu ditanamkan keimanan dengan mengatakan, “Tidakkah engkau mau mengingat Allah yang telah menciptakanmu?” di tengah malam. Kita bisa mencontoh cara bicara Muhammad ibn Sawwar kepada anak berusia 3 tahun untuk menanamkan keimanan kepadanya. 2. Perhatikan metode Muhammad ibn Sawwar yang mengaitkan dengan motivasi “Allah yang telah menciptakanmu”. Metode ini bisa kita gunakan saat kita meminta anak-anak melakukan ibadah. Rumusnya adalah (pertanyaan: tidakkah) + (ibadah: engkau mau mengingat Allah) + (tauhid dan keimanan: yang telah menciptakanmu). 3. Para ulama tidak memandang kecilnya usia untuk mengajarkan ibadah dan keimanan. Bahkan sejak umur 3 tahun sudah diajarkan suatu amalan untuk menanamkan muroqobah. 4. Metode Syaikh Muhammad ibn Sawwar dalam menanamkan muroqobah bisa diterapkan kepada anak anak dengan sering mengatakan, “Allah bersamaku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku” sebelum tidur. ثم قال له خاله قله سبع مرات في كل ليلة ففعل ذلك مدة ثم قال قله احدى عشر مرة في كل ليلة ففعل ذلك Kemudian paman beliau (Muhammad ibn Sawwar) berkata kepada beliau, “Ucapkanlah 7 kali di setiap malam.” Kemudian Sahl melakukan hal itu beberapa lama. Kemudian paman beliau (Muhammad ibn Sawwar) berkata kepada beliau, “Ucapkanlah 11 kali di setiap malam” Kemudian Sahl melakukan hal itu. FAIDAH 1. Perhatikan bagaimana dengan lembut, Muhammad ibn Sawwar mengajarkan suatu amalan agar dalam jiwa Sahl tertanam muroqobatillah (merasa dekat dengan Allah). Beliau memulai dari jumlah yang ringan: 3 kali setiap malam hingga 11 kali. Jika Sahl kecil langsung diminta membaca 11 kali, maka ia tidak mampu. Begitu pulalah ketika kita mengajarkan ibada kepada anak kecil. Kita harus memulainya dari hal yang mampu dikerjakan anak. Kemudian sedikit demi sedikit kita tingkatkan hingga ia mampu beribadah sebagaimana ketika ia sudah mencapai usia diwajibkannya ibadah kepadanya. 2. Perhatikan bagaimana Sahl at Tustari yang bersemangat melaksanakan yang diperintahkan oleh paman beliau, karena beliau melihat sendiri kualitas ibadah paman beliau di malam hari. قال سهل فوقع في قلبي ونفسي حلاوة لذالك بعد مدة فاخبرت خالي بذالك Sahl at Tustari berkata, “Kemudian muncullah dalam hati dan jiwaku manisnya ucapan tersebut setelah beberapa waktu, kemudian aku memberitakan hal itu kepada pamanku” FAIDAH Asal pendidikan ibadah adalah memaksa diri untuk melakukannya. Begitu juga ketika mendidik anak puasa atau sholat atau kebaikan lainnya. Dengan sabar kita mengajarkan secara bertahap hingga anak-anak kita mampu menikmati ibadah atau kebaikan yang mereka lakukan. فقال لي خالي يا سهل من الله معه وناظر اليه، وشاهد عليه كيف يعصيه؟ اياك ان تعصي الله تعالى. Kemudian pamanku berkata kepadaku, “Wahai Sahl, barangsiapa yang merasa Allah bersamanya, melihatnya, dan menjadi saksi atasnya, bagaimana ia bisa bermaksiat kepada-Nya? Jauhilah maksiat kepada Allah!” FAIDAH 1. Perhatikan bagaimana Muhamad ibn as Sawwar tidak perlu menjelaskan secara rinci dalil dan teori di balik perintah beliau kepada Sahl kecil. Setelah Sahl melakukan dan merasakan manfaatnya, maka beliau menjelaskan alasan mengapa memerintahkan Sahl mengerjakan suatu amalan tadi. 2. Islam memiliki harta karun luar biasa dalam pendidikan. Metode mengajar Muhammad ibn Sawwar ini adalah metode yang luar biasa dan efektif untuk anak usia 3 tahun. Sayang sekali kita lebih suka metode barat daripada menggali khazanah metode pendidikan para ulama kita yang terbukti menghasilkan generasi emas Islam dimasa lalu REFERENSI Anbau nujabail abnai karya Imam al Hafizh Ibnu Zhofar al Makki ash Shiqli (wafat 565 h) Semoga Allah menambah manfaatnya untuk kaum muslimin Diselesaikan di Rumah Ibunda, Joyoraharjo, Merjosari, Malang 13 Robiul Awwal 1441 (10 November 2019) Abu Ahmad Ricki Kurniawan

Scroll to Top