Ustadz mengawali kajian dengan basmalah dan pujian kepada Allah serta shalawat kepada Rasulullah.

Poin 60
و من انتقض أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم أو أبغضه لحدث كان منه أو ذكر مساويه كان مبتدعا حتى يترحم عليهم جميعا و يكون قبله لهم سليما
Barangsiapa yang merendahkan, mencela satu orang saja dari sahabat Rasulullah atau membencinya karena satu peristiwa atau kejadian yang terjadi atau yang muncul darinya, atau menyebutkan kejelekannya, maka berarti dia adalah seorang mubtadi’ (ahlul bid’ah) hingga mendoakan rahmat terhadap mereka semuanya dan hatinya itu selamat dari sifat-sifat tadi terhadap para sahabat.

Para sahabat Rasulullah adalah generasi terbaik pada umat manusia, mereka adalah generasi yang dipilih oleh Allah untuk membersamai Nabi, bertemu, dan hidup bersama Rasulullah.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu bahwa mereka itu adalah kaum yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi, untuk disampaikan risalah-Nya kepada mereka. Maka kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka ada di atas jalan petunjuk yang lurus.

Tidaklah mereka hidup di masa itu kebetulan, Allah yang Maha Tahu menjadikan mereka generasi yang hidup di masa itu, Allah Mahatahu siapa di antara hamba-Nya yang dipilih menjadi sahabat Nabi-Nya.
Bahkan sahabat yang paling rendah kedudukan atau keutamaannya sekali pun, merupakan manusia pilihan Allah.

Setiap sahabat memiliki keutamaan, kedudukan dan keutamaan mereka berbeda-beda di sisi Allah, tetapi mereka semua adalah generasi terbaik pilihan Allah.

Setiap nabi memiliki sahabat dan pengikut. Baik dari nabi Adam, nabi Nuh, dan seluruh nabi. Ini sudah menjadi ketetapan Allah. Tetapi kedudukan sahabat nabi selain Rasulullah ada di bawah sahabat Rasulullah.

Catatan tambahan:
‘Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata: “Barang siapa di antara kalian ingin mengikuti sunnah, maka ikutilah sunnah orang-orang yang sudah wafat. Karena orang yang masih hidup, tidak ada jaminan selamat dari fitnah (kesesatan). Mereka ialah sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka merupakan generasi terbaik umat ini, generasi yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang tidak banyak mengada-ada, kaum yang telah dipilih Allah menjadi sahabat Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, berpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka semampu kalian, karena mereka merupakan generasi yang berada di atas Shirâthal- Mustaqîm.”
[Perkataan senada juga diriwayatkan dengan penuturan di atas oleh Ibnu ‘Abdil-Bar dalam Jâmi’ al-Bayân (II/97), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, dari Ibnu Umar c (I/305)]

Beliau Radhiyallahu anhu juga berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba-Nya. Allah menemukan hati Muhammad adalah sebaik-baik hati hamba-Nya. Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya dengan membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati sahabat-sahabat beliau adalah sebaik-baik hati hamba. Maka Allah mengangkat mereka sebagai wâzir (pembantu-red) Nabi-Nya, berperang demi membela agama-Nya. Maka apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Dan apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi-Nya”.
[HR. Ahmad]

Referensi : https://almanhaj.or.id/3448-keutamaan-sahabat-nabi.html

Imam Ahmad bin Hanbal memasukkan bab ini ke dalam poin-poin aqidah, karena ini adalah perkara manhajiyyah. Ini menentukan kebenaran yang akan diambil atau diikuti oleh umat ini, maka yang menjadi patokan adalah para sahabat Rasulullah.

Allah menyebutkan banyak keutamaan sahabat dalam ayat-ayat Al Qur’an

QS. At Taubah 117:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.

Masa yang sulit yaitu pada awal dakwah ketika di masa itu merupakan masa-masa yang sulit di mana Rasulullah harus berjuang dan dimusuhi kaumnya sehingga harus berdakwah secara sembunyi-sembunyi, kemudian dakwah ini berkembang dan masuklah orang-orang Makkah, pada awalnya dari kalangan budak dan orang miskin kecuali Abu Bakar dan Utsman bin Affan.

Ini berlangsung sampai akhirnya masuk islamlah Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muththolib yang disegani oleh kaum Quraisy.

Rasulullah bersujud syukur ketika Umar bin Khattab masuk Islam, sebagai jawaban atas doa beliau agar Allah meng-Islamkan salah satu dari dua Umar.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

« اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ». قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang yang lebih Engkau cintai dari kedua laki-laki ini: Abu Jahal atau Umar bin Al-Khaththab.” Sang perawi mengatakan, ternyata yang lebih dicintai oleh Allah adalah Umar. (HR. Tirmidzi, no. 3681; Ahmad, 2:95. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Sumber https://rumaysho.com/19038-faedah-sirah-nabi-umar-bin-al-khaththab-masuk-islam-01.html

Banyak dari bangsa Arab yang tidak masuk Islam, tetapi diam, tidak memberikan penentangan. Sedangkan Umar bin Khattab di awalnya merupakan tokoh kaum Quraisy yang sangat keras penentangannya kepada Islam. Ketika beliau masuk Islam, beliau mengumumkan keislamannya secara terang-terangan.

Di dalam agama Rafidhah, dalam keyakinan Syi’ah, Umar bin Khattab disebutkan sebagai berhala Quraisy karena diyakini membenci Ali bin Abi Thalib. Ini adalah keyakinan yang sangat sesat.

Sudah menjadi sunnatullah bahwa kaum bid’ah tidaklah mereka memiliki kesesatan kecuali memiliki keyakinan yang salah tentang para sahabat Rasulullah.

Maka merupakan aqidah ahlussunnah untuk meyakini bahwa sahabat Rasulullah adalah generasi terbaik umat ini, yang wajib kita menjadikan mereka sebagai panutan dan patokan.

Allah menyebutkan, bahkan jika mereka melakukan kesalahan atau dosa besar, misalnya berzina, Allah mengampuni mereka.

Allah menyebutkan bahwa orang yang dihukum rajam ini mereka telah dibersihkan dari dosanya.

Begitu pula Rasulullah menyebutkan tentang seorang wanita yang datang kepada Rasulullah dan mengaku telah berzina, memohon ampunan kepada Allah, dan minta ditegakkan hukum atas dirinya -yang seandainya jika dia menyembunyikan perbuatan maksiatnya maka itu sudah selesai- Allah telah mengampuni hal tersebut.

Allah telah mengampuni nabi, para sahabat muhajirin dan anshar.

QS. At Taubah 100

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Seluruh sahabat yang masuk Islam ketika itu, taruhannya adalah nyawa.

QS. Al Hasyr 10
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.
Makna ghillan: dongkol atau jengkel, perasaan benci

Ini letak syahid dari kitab ini di poin 60.

Kita disyariatkan untuk mendoakan ampun kepada para sahabat. Ini adalah doa yang ada di dalam Al Qur’an. Menunjukkan bagaimana kedudukan sahabat Rasulullah.

Demikian juga apa yang disampaikan Imam Ahmad ini berasal dari hadits:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Janganlah mencela sahabatku! Janganlah mencela sahabatku! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, meskipun kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan dapat menyamai satu mud sedekah mereka; tidak juga separuhnya.
HR Muslim (2540), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
Referensi : https://almanhaj.or.id/3448-keutamaan-sahabat-nabi.html

Kaum muslimin pernah berontak dengan provokasi Abdullah bin Saba’ yang memunculkan keyakinan rafidhah pertama kali.

Ketika itu, Abdullah bin Saba’ berhasil menghasut banyak kaum muslimin dengan mendiskreditkan Utsman bin ‘Affan.

Dia menyebarkan berita-berita tentang Utsman, bahwa ia bersedekah dengan uang negara dan membagikannya dengan familinya, maka disebarkan bahwa Utsman ini korupsi. Padahal Utsman menyedekahkan hartanya sendiri, bahkan tidak pernah mengambil gajinya sebagai amir.

Kemudian di antara kesalahan sebagian sahabat, di antaranya Utsman bin Affan ketika itu disebutkan kejelekannya oleh kaum Rafidhah, dia disebutkan lari dari peperangan pada peristiwa Perang Uhud, tetapi tidak disebutkan bagaimana status orang-orang yang lari pada masa perang Uhud karena banyak sahabat yang lari dari perang Uhud, tetapi Allah telah menyebutkan mereka telah diampuni kesalahannya.

Catatan Tambahan:
إِذْ تُصْعِدُونَ وَلَا تَلْوُۥنَ عَلَىٰٓ أَحَدٍ وَٱلرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِىٓ أُخْرَىٰكُمْ فَأَثَٰبَكُمْ غَمًّۢا بِغَمٍّ لِّكَيْلَا تَحْزَنُوا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَآ أَصَٰبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: (Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H

  1. Allah mengingatkan kondisi mereka saat kalah perang,dan Allah mencela mereka tersebut dengan berfirman, “ingatlah ketika kamu lari”,yaitu kabur dari perang,”dan tidak menoleh kapada seorang pun,” maksudnya, tak soerang pun dari kalian menoleh kapada yang laindan tidak melihatnya,bahkan kalian tidak memiliki kinginan keciali lari dan selamat dari peperangan padahal tidak ada bahaya besar atas kalian karena kalian itu bukanlah manusia yang terakhir yang menghadapi musuh dan merasakan kedasyatan perang,akan tetapi,”Rasul yang ada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggilmu,”maksudnya beliaulah yang berada di belakang kalian seraya berkata,”Datanglah kepada wahai hamba-hamba Allah,” namun kalian tidak menoleh kepadanya dan tidak pula kalian berpaling kapadanya. Padahal melarikan diri dari perang itu adalah tindakan yang patut di cela,dan mengabaikan seruan Rasul yang wajib di dahulukan atas keselamatan jiwa sendiri adalah lebih besar celaanya.
    “Karena itu Allah menimpakan atas kamu,” maksudnya, Allah membalas perbuatan kalian dengan, ”kesedihan di atas kesedihan,” maksudnya, kesedihan yang di ikuti dengan kesedihan lain, kesedihan dengan lenyapnya kemenangan dan ghanimah, dan kesedihan atas kekalahan kalian, serta kesedihan yang mebuat kalian patah semangat saat kalian mendengar bahwa Muhammad telah terbunuh.
    Akan tetapi Allah dengan kasih sayangNya dan bagusnya pandangaNya bagi hamba-hambaNya, menjadikan terkumpulkan perkara-perkara tersebut bagi hamba-hambaNya yang beriman sebagai suatu kebaikan bagi mereka.
    Allah berfirman, ”supaya kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput darimu,” berupa kemenangan dan keberhasilan,” dan terhadap apa yang menimpamu”, berupa kekalahan, kematian dan menderita luka; ketika terbukti kepada kalian bahwa Rasul itu tidak terbunuh maka terasa kecilah bagi kalian musibah-musibah tersebut.
    Kalian berbahagia dengan keadaanya yang menjadi segala penghibur dari segala ujian dan cobaan, dan hanya Allah saja yang mengetahui segala rahasia dan hikmah yang terkandung dalam ujian dan cobaanya saja.
    Semua itu bersumber dari ilmu pengetahuannya terhadap perbuatan-perbuatan, penampilan-penampilan lahir maupun batin kalian. karena itu Allah berfirman, “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
    Dan mengandung kemungkinan bahwa firmanya, ”supaya kamu jangan bersedih hati apa yang luput darimu dan terhadap apa yang menimpamu,” bahwasanya Allah telah menetapkan musibah tersebut atas kalian agar jiwa kalian tegar dan terlatih di atas kesabaran terhadap segala musibah yang menjadi rintangan bagi kalian untuk mengahadapi segala bentuk kesulitan.
    Referensi : https://tafsirweb.com/1285-surat-ali-imran-ayat-153.html

Maka tidak boleh kita mencela sahabat karena hal ini, dan ini termasuk salah satu ketergelinciran para sahabat dalam peristiwa ini.

Selayaknya ketika kita menyebutkan kejadian perang Uhud, kita juga menyebutkan bagaimana mereka telah diampuni oleh Allah.

Kaum Rafidhah tidak hanya mencela para sahabat, tetapi mereka bahkan juga melaknat para sahabat. Mereka mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, maka mereka ini tidak akan selamat dari kebid’ahan kecuali mereka mendoakan rahmat kepada para sahabat rahimahullaahu ta’ala.

Di antara kesesatan yang paling berat dari kesesatan kaum Rafidhah adalah adalah mereka tidak hanya mencela para sahabat, tetapi mengkafirkan dua manusia terbaik di antara sahabat Rasulullah yaitu Abu Bakar dan Umar. Inilah sebabnya mengapa tidak mungkin ditemukan titik temu di antara ahlussunnah dan kaum Rafidhah.

Ada perkataan yang dinukil dari Utbah al Hamdani, ketika itu ada yang menyebutkan kejelekan Aisyah radhiyallaahu anhaa, disebutkan bahwa orang tadi menyebutkan Aisyah ini telah melakukan perbuatan fahisyah, perbuatan keji, padahal berita itu ketika turun sebelum turun ayat yang membebaskan Aisyah dari tuduhan.

Ketika itu Utbah bin Abdillah bin Hamdani mengatakan: “Wahai bocah, pukul punggungnya/lehernya!” (maksudnya dibunuh saja orang ini), maka mereka (para ‘aliyyin, orang-orang yang mengagungkan Ali bin Abi Thalib) berkata, “Ini seorang di antara golongan kami.”

Maka Utbah berkata, “Mahasuci Allah, orang yang seperti ini mencela para sahabat Rasulullah, ini adalah orang yang mencela Nabi.”

Ia adalah seorang qadhi pada waktu itu, dan ini adalah ucapan yang tegas dari beliau.

Beliau membawakan dalil dari Al Qur’an: Allah telah berfirman, wanita yang jelek itu untuk orang yang jelek, dan laki-laki yang jelek untuk wanita yang jelek. Wanita yang baik-baik untuk lelaki yang baik-baik. Mereka orang yang selamat dari apa yang mereka katakan, dan mereka mendapatkan ampunan dari Allah.

Ini adalah ketentuan Allah.

Maka kata Utbah, jika Aisyah adalah wanita yang jelek, maka Nabi adalah orang yang jelek. Maka orang yang mencela Aisyah adalah orang yang kafir. Maka penggal lehernya.

Maka dipenggallah leher orang yang tadi berucap mencela Aisyah.

QS. An Nur 26
ٱلْخَبِيثَٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَٱلْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَٰتِ ۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Artinya: Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

Semakin buruk celaan seseorang, semakin jauh mereka dari agama ini.
Mereka telah terjatuh dalam kekafiran.

Imam Syafii berkata, “Saya tidak pernah menemukan kaum yang lebih dusta ucapannya dari kaum Rafidhah.”

Disebutkan di antara keutamaan sahabat, termasuk sahabat yang berbaiat di bawah pohon, Allah ridha kepada orang mukmin yang ikut berbaiat kepada nabi di bawah pohon. Dan seluruh sahabat yang ikut dalam perjalanan itu, semua berbaiat kecuali satu orang. Mereka dipuji Allah dan Allah Mahatahu apa yang ada di dalam hati mereka.

QS. Al Fath 18
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).

Pembahasan mengenai para sahabat adalah pembahasan yang panjang, dan sangat penting dalam aqidah ahlussunnah. Tidak boleh kita tergelincir sedikit saja dalam menyikapi para sahabat. Kita harus menyiapkan waktu untuk betul-betul mempelajari agama ini dengan cara yang benar, dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabat.

Tanya 1:
Pembahasan berikutnya tentang apa dan bagaimana sikap kita yang benar kepada para sahabat?

Kita masih membahas tentang para sahabat, belum selesai dari pembahasan poin ini karena ini poin yang penting, jadi belum selesai.

Sikap yang benar kepada para sahabat adalah meyakini keutamaan mereka sebagai manusia terbaik setelah nabi dan rasul dan jangan sampai ada sedikit saja rasa jengkel, atau kedongkolan, atau celaan kepada mereka. Ini sikap yang paling penting yang harus ada pada hati kita.

Pujian kepada para sahabat sangat banyak dalam hadits-hadits rasulullah, maka baca dan pelajarilah. Ini juga insyaAllah akan kita bacakan pada pertemuan mendatang.

Tanya 2:
Apakah Uwais Al Qarni termasuk sahabat Rasulullah?

Uwais al Qarni adalah salah satu di antara tabi’in terbaik. Sebagian ulama menyebutkan beliau sebagai tabi’in terbaik. Disebutkan oleh Rasulullah, satu-satunya tabi’in yang disebutkan namanya oleh Rasulullah adalah Uwais al Qarni. Ia masuk Islam di zaman Nabi masih hidup, tetapi beliau tidak bisa bertemu dengan Rasulullah, maka beliau bukan dari golongan sahabat.

Pada saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, beliau bertanya kepada rombongan yang datang dari Yaman, apakah ada di antara rombongan itu orang yang bernama Uwais al Qarni?
Rombongan itu merasa heran dan menjawab, “Ada.”
Maka dipanggil oleh Umar, dan Uwais pun datang kepada Umar. Ketika itu Umar mengatakan, Engkau yang bernama Uwais? Dari qabilah Qarni?
Maka Umar bin Khattab menyampaikan salam Rasulullah kepada Uwais dan meminta agar beliau didoakan.

Keutamaan Uwais al Qarni adalah baktinya yang sangat luar biasa kepada ibunya, juga kebeningan hati dan ketakutannya akan popularitas, yang membuat beliau setelah pertemuan dengan Umar bin Khattab, berdoa kepada Allah agar segera diwafatkan karena khawatir akan terkenal.
Dan hadits ini juga menunjukkan mukjizat Rasulullah.

Tanya 3:
Apakah ada referensi buku tarikh yang bagus, karena saya pernah membaca buku yang isinya menjelek-jelekkan Muawiyah?

Di dalam membaca buku hendaknya kita berhati-hati. Bila sebuah kitab mencela sahabat walau satu saja, maka hindari buku itu. Karena kitab itu sudah terpengaruh dengan pemahaman Rafidhah, dan riwayat-riwayat yang disebutkan dalam kitab itu, ini sesungguhnya ada infiltrasi atau kedustaan pada Muawiyah dan Abu Sufyan yang asalnya adalah dari kaum Rafidhah.

Kitab yang disrankan kitab yang ditulis oleh Ibnu Katsir.
Dan kitab Syaikh Utsman bin Khamis “Hibbah minat Tarikh”: “Inilah Faktanya”
cetakan Pustaka Imam Syafii dan kitab ini merupakan salah satu karya syaikh Utsman bin Khamis yang penting untuk kita baca karena memasukkan rambu-rambu dalam membaca sejarah.

Kitab bisa dicek pada link berikut: https://pustakaimamsyafii.com/?match=all&subcats=Y&pcode_from_q=Y&pshort=Y&pfull=Y&pname=Y&pkeywords=Y&search_performed=Y&q=inilah+faktanya&dispatch=products.search&security_hash=ecd990aa2ca5eb1e398c60bac5d3934c

Kesimpulan:
Tentang sahabat Rasulullah, sebagaimana tadi telah disampaikan keutamaan mereka dan larangan Allah dan Rasul-Nya untuk mencela bahkan satu saja dari mereka termasuk Muawiyah bin Abu Sufyan. Ketika kita baca, keutamaan Muawiyah itu sangat banyak. Jika mereka melakukan kesalahan, itu adalah ijtihad. Dan ketika seorang salah dalam berijtihad, ia tetap memiliki pahala.
Termasuk di antaranya ketika Muawiyah mengubah kekhilafahan menjadi sistem kerajaan. Itu adalah ijtihad Muawiyah dan itu dari pandangan terhadap maslahat yang lebih besar, dan itu adalah niat yang baik.

Maka hendaknya kita berhati-hati dalam bersikap kepada sahabat, karena ini dapat menjadi awal dari kebatilan yang bisa merembet dan mengeluarkan kita dari Islam.

Ditulis oleh: Yusant Ummu Syifa, wali kelas 6 SDTA Kuttab Rumah Qur’an

Print Friendly, PDF & Email